Di
dalam kitab “Al-Asror Rabbaniyyah wal Fuyudhatur Rahmaniyyah” karya Syeikh
Ahmad Shawi Al-Maliki halaman 5 diterangkan yang artinya sebagai berikut: Telah
berkata guru dari guru-guru kami, Sayyid Mushtofa Al-Bakri: Telah berkata
Al-’Ala’i di dalam kitab tafsirnya bahwa sesungguhnya
Nabi Khidir as dan Nabi Ilyas as hidup kekal sampai hari kiamat.
Nabi
Khidir as berkeliling di sekitar lautan sambil memberi petunjuk kepada
orang-orang yang tersesat di lautan. Sedangkan, Nabi Ilyas berkeliling di
sekitar gunung-gunung sambil memberi petunjuk kepada orang-orang yang tersesat
di gunung-gunung. Inilah kebiasaan mereka di waktu siang hari.
Sedangkan
di waktu malam hari mereka berkumpul di bukit Ya’juj wa Ma’luj (يأجوج و مأجوج)
sambil mereka menjaganya. Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra bahwa Nabi Khidir
dan Nabi Ilyas berjumpa pada tiap-tiap tahun di Mina (Saudi Arabia). Mereka saling
mencukur rambutnya secara bergantian. Kemudian mereka berpisah dengan mengucapkan
kalimat:
بسم الله ما شاء الله لا يسوق الخير الا الله بسم الله ما شاء
الله لا يصرف السو ء الا الله بسم الله ما شاء الله ما كان من نعمة فمن الله بسم
الله ما شاء الله لا حول و لا قوة الا بالله
Maka
barangsiapa mengucapkan kalimat-kalimat ini pada waktu pagi dan sore hari, maka
ia akan aman dari tenggelam, kebakaran, pencurian, syaitan, sultan, ular, dan
kalajengking.
Dan
telah dikeluarkan oleh Ibnu ‘Asakir bahwa sesungguhnya Nabi Khidir dan Nabi
Ilyas itu berpuasa Ramadhan di Baitul Maqdis (Palestina) dan mereka melakukan
ibadah haji pada tiap-tiap tahun. Mereka minum air zamzam dengan sekali
tegukan, yang mencukupkan mereka seperti minuman dari Kabil.
Sebagian
ulama menceritakan bahwa sesungguhnya Nabi Khidir itu putera Nabi Adam as yang
diciptakan dari tulang iganya. Menurut segelintir kecil ulama lagi beliau
putera Halqiya. Ada
yang mengatakan putera Kabil bin Adam. Adapula yang mengatakan beliau itu
cucunya Nabi Harun as, yaitu putera bibinya Iskandar Dzul Qarnain. Dan Perdana
Menterinya benar-benar aneh mengatakan bahwa Nabi Khidir itu dari golongan
malaikat. Sedangkan, menurut pendapat ulama yang paling shohih adalah bahwa
Khidir itu adalah seorang Nabi. Menurut ulama jumhur beliau itu masih hidup dan
beliau tidak akan pernah meninggal terkecuali pada hari kiamat apabila
Al-Qur’an telah diangkat dan Dajjal telah membunuhnya. Kemudian, Allah
menghidupkannya kembali. Sesungguhnya, beliau itu masa hidupnya panjang sekali.
Karena, beliau meminum air kehidupan. Al-Qirani”.
Nggak ada siapa yang bisa mengenali siapakah itu Nabi Khidir AS, melaenkan
kepada mereka yg Allah Azzawajalla izinkan. Nabi Musa AS yang berdarjat seorang
Nabi lagi Rasul, lagi bergelar Kalamullah ada kitab Taurat, lagi ada Mukjizat
Tongkat Sakti pembelah lautan, itu pun nggak kenal siapa itu Nabi Khidir AS.
Nabi Musa AS nggak bisa sabar berguru menuruti perjalanan Nabi Khidir AS yg
penuh hikmah lagi banyak mencarik adat itu. Nabi Musa AS koq banyak bertanya
menggunakan akal syariatnya sebab itu terputus pengenalannya dan perguruannya dgn
itu Nabi Khidir AS sebelum cukup edahnya.
Kata Sang Raja Wali pula : Begitu juga kisahnya seorang yg mengaku Nasab Ahlul
Bait, pada sangkaannya dia sudah cukup syarat2nya sebagai Imam Mahdi, maka dia
mengakui dirinya itulah Imam Mahdi Al-Muntazar. Lalu beliau diuji oleh Nabi
Khidir AS, namun Imam Mahdi Al-Muntazar itu pun nggak kenal siapa itu Nabi
Khidir AS. Wallahu’alam….
Maka keberadaannya itu Nabi Khidir AS ada kalanya pada Hadrat2 tertentu ianya
bersifat Kedirian (Subjektif), gambarannya seperti kisahnya dgn Nabi Musa AS
itu. Begitu juga mereka yg mengalami pelbagai2 wajah pengalaman peribadi secara
berguru dgn itu Nabi Khidir AS dalam menyelami Alam Keruhanian lagi penuh
mistik itu. Kerana ada kalanya ianya dikatakan ada dimana2 tempat dlm satu masa.
Untuk mentafsirkan siapakah itu Nabi Khidir AS tersangat rumit. Agaknya seperti
itu Ruh yg nggak tertakluk pada masa tempat dan ruang, koq…??? Wallahu’alam…
Ada kalanya
juga keberadaannya itu Nabi Khidir AS pada sesuatu Hadrat ianya bersifat Khusus
dalam Kesemestaan. Seperti Alam Kewalian sebagai Wali Wakil Allah mentadbir
Alam Semesta Raya ini. Maka kehadiran dan wataknya bersesuaian dgn tugas2
Semesta Imam Mahdi Sejati yg paling berat sebagai Wali Qutubul Alam di Akhir
Zaman ini. Dimana beban2 dunia semesta sejak dari zaman silam hingga keAkhir
Zaman ini tertanggung diatas bahunya. Kata Sang Raja Wali lagi : Ada pun makna Mahdi itu yg
diberi petunjuk, dibimbing dan sentiasa terpelihara. Maka Imam Mahdi “Is The
Guided Man”. Maka pada Hadrat2 tertentu itu “Imam Mahdi Is Guided By Khidir….”
Persoalannya : Apakah Nabi Khidir AS itu maseh hidup ato telah wafat?
Jawapannya terpulanglah pada keimanan, kefahaman dan aliran masing2. Kalo
dihamparan lautan BahrulWujud itu Nabi Musa As mencari itu “Hamba Allah Yg Beriman”
itu dipertemuan dua lautan. Maka diAlam Kedirian bagi kita pula dimana pula,
ya…??? Koq dibuat cobaan manalah tahu koq2 bisa ketemu itu Khidir dipertemuan
“Kiri” dan “Kanan”…
Nabi Khidir a.s. adalah nabi yang amat misterius.
Pelajarannya pun sangat misterius. Demikian pula cara berdakwahnya yang berbeda
dengan cara berdakwah nabi-nabi yang lain. Hal-hal misterius juga terjadi pada
orang-orang yang berupaya bertemu dengannya. Oleh karena itu, tidak aneh bila
orang yang menerima pelajarannya pun terkadang menjadi bingung.
Pelajaran Nabi Khidir a.s. berupa ilmu hakikat. Bentuk
pelajarannya adalah ijmak dan kias. Makna pelajarannya sangat dalam. Hal yang
menjadikan pelajarannya misterius adalah cara penyampaiannya yang terkesan aneh
dan seakan-akan tidak pada tempatnya. Oleh sebab itulah, terkadang pelajarannya
justru tidak disadari oleh orang yang belajar kepadanya. Memang pelajaran Nabi
Khidir a.s. ditujukan bagi khaas dan khawas. Hanya kepada
orang-orang yang mampu menerimanya Nabi Khidir a.s. memberikan pelajarannya.
Seandainya kita dapat mengikuti pelajarannya, kita hanya dapat mengikuti
sebagian kecil saja diantaranya. Itu pun setelah kita mulai mempelajarinya
dengan kepasrahan total.
Nabi Khidir a.s. menyampaikan pelajarannya melalui perbuatan
isyarat dan kias. Dalam mempelajarinya diperlukan pemikiran yang lebih dalam
dan penelaahan yang serius melalui pencermatan dan perenungan terhadap
pelajaran itu. Orang-orang yang belum mencapai kelas Nabi Khidir a.s. pasti
menolak pelajaran yang diberikan olehnya. Dan itulah yang sempat dilakukan oleh
Nabi Musa a.s. Beliau menolak pelajaran Nabi Khidir beberapa kali karena
bertentangan dengan isi hati nuraninya.
Saking tidak enaknya Nabi Musa karena terus-menerus kecele
dan salah tafsir, akhirnya ia berkata “Jika aku bertanya kepadamu tentang
sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu,
sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku.” {QS. 18:76}. Namun
rupanya lagi-lagi Nabi Musa melakukan kesalahan serupa, sehingga Nabi Khidir
pun berkata: “Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; kelak akan
kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar
terhadapnya.” {QS. 18:78}. Maka diberitahulah Nabi Musa oleh Nabi Khidir
mengapa tadi sampai ia berbuat demikian {QS. 18:79-82}.
Ketika hendak berpisah, Nabi Musa a.s. meminta agar Nabi
Khidir a.s. memberikannya wasiat. Nabi Khidir memenuhi permintaan Nabi Musa ini
[Permintaan wasiat ini beberapa diantaranya dikisahkan dalam kitab Al-Bidayah
Wan Nihayah juz 1 (hlm. 329) dan Ihya’ Ulumuddin juz IV (hlm. 56)].
Berikut beberapa isi wasiatnya:
1. Jadikanlah pakaianmu itu bersumber dari zikir yang
berbuah fakir. Perbanyaklah amal kebajikan. Terimalah ilmu yang tidak
disampaikan dengan pembicaraan. Suatu hari nanti kamu tidak bisa mengelak dari
kesalahan karena akalmu melanggar larangan-Nya. Oleh karena itu, pintalah ridha
Allah swt.
2. Janganlah selalu menyalahkan orang lain, jangan suka
berdebat tentang hal-hal yang tidak perlu, sampaikan ilmumu kepada orang lain
yang berhak menerima dengan ikhlas, dan pelajari ilmu-ilmu yang belum kamu
pahami.
3. Kurangilah usaha duniawi. Terbukalah kepada siapa saja
secara lahir dan batin. Bersikaplah arif kepada semua makhluk terutama manusia,
karena sifat arif menjadi rahmat bagi alam semesta. Apabila datang orang bodoh
mencacimu, hadapilah ia dengan penuh kedewasaan serta keteguhan hati.
4. Tahanlah hawa nafsumu dengan mendekatkan diri kepada-Nya.
Bersikaplah sabar dalam menerima semua ketentuan dari-Nya. Berantaslah kejahilan
serta perbanyaklah bersyukur kepada Allah swt.
5. Hiasi wajahmu dengan
keceriaan, hiasi kalbumu dengan keikhlasan, dan hiasi jiwamu dengan ketabahan
serta kepasrahan.
Berikut Kisahnya
Pada zaman dahulu hiduplah
seorang hamba Allah SWT yang melebihkan kepada dirinya dengan menjadi seorang
raja. Dialah Raja Iskandar Zulkarnaen, yang namanya telah tersebut dalam Al
Qur'an.
Pada tahun 322 SM, Raja Iskandar Zulkarnaen berniat mengadakan perjalanan untuk
mengelilingi bumi dan Allah SWT mewakilkan salah satu malaikatnya yang bernama
Rofa'il untuk menyertainya dalam perjalanan panjang itu.
Dialog Malaikat dan Raja Iskandar Zulkarnaen.
Karena ditemani oleh seorang malaikat, Raja Zulkarnaen banyak mengajukan
pertanyaan seputar dunia dan akhirat serta isinya. Salah satu pertanyaan yang
paling terkenal adalah tentang ibadah para malaikat di langit.
"Wahai Malaikat Rofa'il, ceritakanlah kepadaku tentang ibadahnya para
malaikat yang ada di langit," tanya Raja Zulkarnaen.
"Para malaikat yang ada di langit ibadahnya
ada yang berdiri tidak mengangkat kepala selama-lamanya, ada juga yang bersujud
tidak mengangkat kepala selama-lamanya, ada pula yang rukuk tidak mengangkat
kepala selama-lamanya," jawab Malaikat Rofa'il.
"Duh, alangkah senangnya hati ini seandainya aku bisa hidup bertahun-tahun
lamanya untuk beribadah kepada Allah SWT," kata Raja Zulkarnaen.
"Wahai raja, sesungguhnya Allah SWT telah menciptakan sumber air di bumi.
Namanya Ainul Hayat, artinya sumber air hidup. Maka barang siapa yang meminum
airnya seteguk, maka ia tidak akan mati sampai hari kiamat atau jika ia memohon
kepada Allah SWT untuk dimatikan," kata Malaikat Rofa'il.
"Apakah engkau tahu tempat Ainul Hayat itu wahai Malaikat Rofa'il?"
tanya raja.
"Sesungguhnya Ainul Hayat itu berada di bumi yang gelap," jawab
Malaikat Rofail.
Setelah Raja Zulkarnaen mendengar penuturan malaikat Rofa'il tentang Ainul
Hayat itu, maka raja segera mengumpulkan para alim ulama pada saat itu.
Sebelumnya, raja bertanya kepada mereka tentang letak Ainul Hayat, tapi mereka
semua menjawab tidak tahu.
"Wahai para alim ulama, tahukah kalian dimanakah letak Ainul Hayat
itu?" tanya raja.
"Kami tidak mengetahuinya wahai baginda, hanya Allah SWT yang Maha
Mengetahui," jawab salah seorang ulama.
Di luar dugaan, dari pertanyaan Raja Zulkarnaen tersebut, ada salah seorang
ulama yang mampu menjawab meski tidak sedetail letaknya.
"Sesungguhnya aku pernah membaca di dalam wasiat Nabi Adam as bahwa beliau
berkata bahwa sesungguhnya Allah SWT meletakkan Ainul Hayat itu di bumi yang
gelap," kata ulama itu.
"Dimanakah bumi yang gelap itu?" tanya raja.
"Yaitu di tempat terbitnya matahari," jawab orang alim ulama itu.
Kemudian Raja Zulkarnaen menyuruh para pengawalnya untuk menyiapkan segala
keperluan untuk mencari dan mendatangi tempat Ainul Hayat itu.
"Kuda apa yang sangat tajam penglihatannya di waktu gelap?" tanya
raja.
"Kuda betina yang masih perawan," jawab para sahabatnya.
Akhirnya raja mengumpulkan seribu kuda betina yang masih perawan dan ia memilih
diantara 6 ribu tentaranya yang pandai serta ahli dalam mencambuk. Di antara
para tentara itu, ada yang bernama Nabi Khidir as, bahkan beliau menjabat
sebagai perdana menteri kala itu.
Perjalanan Mencari Ainul Hayat.
Setelah dirasa semua cukup dan siap, maka berangkatlah Raja Zulkarnaen dan Nabi
Khidir as yang ebrjalan di depan pasukan. Setelah sekian lama mencari, akhirnya mereka mengetahui tempat terbitnya
matahari.
Mereka pun menuju arah terbitnya matahari tersebut.
Perjalanan ke temnpat tujuan tersebut memakan waktu 12 tahun lamanya untuk
sampai di bumi yang gelap itu. Gelapnya bukanlah seperti di waktu malam hari,
melainkan gelap karena ada pancaran seperti asap.
Raja Zulkarnaen sudah tak sabar lagi hendak masuk ke tempat gelap itu, namun
salah seorang cendikiawan mencegahnya. Para tentara berkata kepada raja,
"Wahai Baginda, sesungguhnya raja-raja yang terdahulu tidak ada yang masuk
ke tempat gelap ini, karena tempat yang gelap ini berbahaya."
"Wahai prajurit, kita harus memasukinya, tidak boleh tidak," sanggah
sang raja.
Karena raja bersikeras hendak masuk, maka tak ada seorang pun yang
berani melarangnya.
"Diamlah dan tunggulah kalian di sini selama 12 tahun. Jika aku bisa
datang kepada kalian dalam masa itu, maka kedatanganku terhadap kalian termasuk
baik. Dan jika aku tidak datang dalam 12 tahun, maka pulanglah kalian kemabli
ke negeri kalian," ujar sang raja.
Setelah itu raja mendekat dan bertanya kepada malaikat Rofa'il,
"Apabila kita melewati tempat gelap ini, apakah kita dapat melihat
kawan-kawan kita?"
"Tidak bisa kelihatan<" jawab Malaikat Rofa'il.
"Akan tetapi aku memberimu sebuah merjan atau mutiara. Jika mutiara itu ke
atas bumi, maka mutiara itu dapat emnjerit dengan suara yang keras, dengan
demikian kawan-kawan kalian yang tersesat jalan dapat kembali kepada
kalian," jelas Malaikat Rofa'il lebih lanjut.
Masuk ke Ainul Hayat.
Demikianlah, akhirnya Raja Iskandar Zulkarnaen masuk ke tempat yang gelap itu.
Selama 18 hari lamanya tidak pernah melihat matahari dan bulan, tidak pernah
melihat malam maupun siang. Tidak pernah melihat burung dan binatang liar,
sedangkan raja berjalan dengan didampingi Nabi Khidir as.
Pada saat mereka berjalan, maka ALlah SWT memberi wahyu kepada Nabi Khidir as.
"Bahwa sesungguhnya Ainul Hayat itu berada di sebelah kanan jurang dan
Ainul Hayat ini Aku khususkan untuk kamu."
Setelah Nabi Khidir as menerima wahyu itu, beliau berkata kepada
sahabat-sahabatnya,
"Berhentilah kalian di tempat masing-masing dan jangan kalian emninggalkan
tempat kalian sebelum aku datang kepada kalian."
Kemudian Nabi Khidir as menuju kanan jurang hingga beliau menemukan Ainul Hayat
itu. Beliau turun dari kudanya, melepaskan pakaiannya dan turun ke Ainul Ahaya
tersebut. Beliau mandi dan minum air sumber hidup tersebut dan beliau merasakan
bahwa airnya lebih manis daripafda madu.
Sesudah mandi dan minum air tersebut, beliau keluar dari tempat itu kemudian
menemui Raja Iskandar Zulkarnaen. Raja
tidak mengetahui apa yang telah terjadi atas diri Nabi Khidir as.
Wallahu A'lam
Mereka adalah golongan yang dikhususkan oleh Allah swt. 2 Nabi Ada dibumi
yaitu Nabi Khidir A.s. & Nabi Ilyas A.s. Ditempatkan di bagian bumi yang
khusus yang Allah Yang Maha Tahu yang mengetahui tempat itu 2 Nabi ada di
langit yaitu Nabi Isa A.s. & nabi Idris A.s. Ditempatkan di bagian langit
yang khusus yang Allah Yang Maha Tahu yang mengetahui tempat itu. Untuk
menjelaskan hal ini, kami jelaskan 5 peringkat hayah (kehidupan) Satu pandangan
Bediuzzaman Said Nursi di dalam Maktubat, Al- Maktub Al-Awwal, dari koleksi
Rasail Al-Nur. Nursi menjawab satu soalan… Apakah Sayyidina Khidir masih
hidup..? Nursi menjawab ya…karena 'Hayah' itu 5 peringkat. Nabi Khidir
A.s di peringkat kedua.
Lima Peringkat itu ialah:
1. Kehidupan kita sekarang yang
banyak terikat pada masa dan tempat.
2. Kehidupan Sayyidina Khidir
A.s & Sayyidina Ilyas A.s. Mereka mempunyai sedikit kebebasan dari ikatan
seperti kita. Mereka boleh berada di banyak tempat dalam satu masa. boleh makan
dan minum bila mereka mau. Para Aulia' dan ahli Kasyaf telah meriwayatkan
secara Mutawatir akan wujudnya 'Hayah' di peringkat ini. Sehingga di dalam
maqam 'Walayah' ada dinamakan maqam Khidir.
3. Peringkat ketiga ini seperti
kehidupan Nabi Idris A.s & Nabi Isa A.s . Nursi kata, peringkat ini
kehidupan nurani yang menghampiri hayah malaikat.
4. Peringkat ini pula…ialah
kehidupan para Syuhada'. Mereka tidak mati, tetapi mereka hidup seperti disebut
dalam Al- Qur'an. Ustadz Nursi sendiri pernah Musyahadah peringkat kehidupan
ini.
5. Dan yang tingkat Hayah ini
atau kehidupan rohani sekalian ahli kubur yang meninggal Wallahhua'lam.
Subhanaka La 'Ilma Lana Innaka Antal 'Alimul Hakim.
Berikut ini kami nukilkan
kisahnya :
1. Nabi KHIDIR A.s.
Bukhari, Ibn Al-Mandah, Abu
Bakar Al-Arabi, Abu Ya'la, Ibn Al- Farra', Ibrahim Al-Harbi dan lain- lain
berpendapat, Nabi Khidir A.s. tidak lagi hidup dengan jasadnya, ia telah wafat.
Yang masih tetap hidup adalah ruhnya saja, sebagaimana firman Allah SWT: ﻭَﻣَﺎ ﺟَﻌَﻠْﻨَﺎ ﻟِﺒَﺸَﺮٍ ﻣِّﻦ ﻗَﺒْﻠِﻚَ ﺍﻟْﺨُﻠْﺪَ ﺃَﻓَﺈِﻥ
ﻣِّﺖَّ ﻓَﻬُﻢُ ﺍﻟْﺨَﺎﻟِﺪُﻭﻥَ
"Kami tidak menjadikan seorang pun sebelum engkau (hai Nabi), hidup kekal
abadi." (Q.S Al- Anbiya': 34) Hadist Marfu' dari Ibn Umar dan Jabir (R.a.)
menyatakan: "Setelah lewat seratus tahun, tidak seorang pun yang sekarang
masih hidup di muka bumi." Ibn Al-Salah, Al-Tsa'labi, Imam Al- Nawawi,
Al-Hafiz Ibn Hajar Al- Asqalani dan kaum Sufi pada umumnya; demikian juga
Jumhurul-'Ulama' dan Ahl Al- Salah (orang-orang shaleh), semua berpendapat,
bahwa Nabi Khidir A.s. masih hidup dengan jasadnya, ia akan meninggal dunia
sebagai manusia pada akhir zaman. Ibnu Hajar Al- Asqalani di dalam Fath Al-Bari
menyanggah pendapat orang- orang yang menganggap Nabi Khidir A.s. telah wafat,
dan mengungkapkan makna hadist yang tersebut di atas, yaitu uraian yang
menekankan, bahwa Nabi Khidir A.s. masih hidup sebagai manusia. Ia manusia
Makhsus (dikhususkan Allah), tidak termasuk dalam pengertian hadist di atas.
Mengenai itu kami berpendapat:
a) Kekal berarti tidak terkena
kematian. Kalau Nabi Khidir A.s. dinyatakan masih hidup, pada suatu saat ia
pasti akan wafat. Dalam hal itu, ia tidak termasuk dalam pengertian ayat
Al-Qur'an yang tersebut di atas selagi ia akan wafat pada suatu saat.
b) Kalimat di muka bumi yang
terdapat dalam hadist tersebut, bermaksud adalah menurut ukuran yang dikenal
orang Arab pada masa itu (dahulu kala) mengenai hidupnya seorang manusia di
dunia. Dengan demikian maka Nabi Khidir A.s. dan bumi tempat hidupnya tidak
termasuk bumi yang disebut dalam hadist di atas, karena bumi tempat hidupnya
tidak dikenal orang-orang Arab.
c) Yang dimaksud dalam hal itu
ialah generasi Rasulullah s.a.w. terpisah sangat jauh dari masa hidupnya Nabi
Khidir A.s. Demikian menurut pendapat Ibnu Umar, yaitu tidak akan ada seorang
pun yang mendengar bahwa Nabi Khidir A.s. wafat setelah usianya lewat seratus
tahun. Hal itu terbukti dari wafatnya seorang bernama Abu al-Thifl Amir,
satu-satunya orang yang masih hidup setelah seratus tahun sejak adanya kisah
tentang Nabi Khidir A.s.
d) Apa yang dimaksud 'yang
masih hidup' dalam hadist tersebut ialah: tidak ada seorang pun dari kalian
yang pernah melihatnya atau mengenalnya. Itu memang benar juga.
e) Ada pula yang mengatakan, bahwa yang dimaksud
kalimat tersebut (yang masih hidup) ialah menurut keumuman (Ghalib) yang
berlaku sebagai kebiasaaan. Menurut kebiasaan amat sedikit jumlah orang yang
masih hidup mencapai usia seratus tahun. Jika ada, jumlah mereka sangat sedikit
dan menyimpang dari kaidah kebiasaaan; seperti yang ada di kalangan orang-orang
Kurdistan, orang-orang Afghanistan, orang- orang India dan orang-orang dari
penduduk Eropa Timur. Nabi Khidir A.s. masih hidup dengan jasadnya atau dengan jasad
yang baru. Dari semua pendapat tersebut, dapat disimpulkan: Nabi Khidir A.s.
masih hidup dengan jasad dan ruhnya, itu tidak terlalu jauh dari kemungkinan
sebenarnya.
Tegasnya, Nabi Khidir A.s masih
hidup; atau, ia masih hidup hanya dengan ruhnya, mengingat kekhususan sifatnya.
Ruhnya lepas meninggalkan Alam Barzakh berkeliling di alam dunia dengan
jasadnya yang baru (Mutajassidah). Itu pun tidak terlalu jauh dari kemungkinan
sebenarnya. Dengan demikian maka pendapat yang menganggap Nabi Khidir A.s. masih
hidup atau telah wafat, berkesimpulan sama; yaitu: Nabi Khidir A.s. masih hidup
dengan jasadnya sebagai manusia, atau, hidup dengan jasad ruhi (ruhani).
Jadi, soal kemungkinan bertemu
dengan Nabi Khidir A.s. atau melihatnya adalah benar sebenar-benarnya. Semua
riwayat mengenai Nabi Khidir A.s. yang menjadi pembicaraan Ahlullah
(orang-orang bertaqwa dan dekat dengan Allah S.W.T.) adalah kenyataan yang
benar terjadi. Banyak sekali riwayat-riwayat tentang nabi khidir A.s dalam
kitab-kitab yang Mu'tabar. Ada
riwayat yang mengatakan bahwa Nabi khidir A.s masih hidup dan mati ditangan
Dajjal. Dajjal akan menangkap seorang pemuda beriman. Kemudian dajjal
menyuruhnya untuk menyembahnya, tapi pemuda itu pun menolak dan tetap beriman
pada Allah SWT. Lalu Dajjal membunuhnya dan membelah nya menjadi dua. satu
bagian dilempar sejauh mata memandang dan satu bagian dilempar sejauh mata
memandang kesebelah lainnya. Kemudian Dajjal menghidupkan kembali pemuda itu.
Dajjal menyuruhnya agar beriman kepadanya karena ia telah mematikannya lalu
menghidupkannya. Maka pemuda itu tidak mau dan tetap beriman kepada Allah SWT.
Pemuda itu bahkan mengatakan "Kamu benar-benar Dajjal!!". Lalu Dajjal
mewafatkannya lagi. Ada
riwayat yang mengatakan pemuda beriman ini adalah Nabi Khidir A.s.
(wallahua'lam).
2. Nabi ILYAS A.s.
Ketika sedang beristirahat
datanglah malaikat kepada Nabi Ilyas A.s. Malaikat itu datang untuk menjemput
ruhnya. Mendengar berita itu, Ilyas
A.s menjadi sedih dan menangis. "Mengapa engkau bersedih..?" tanya
malaikat maut. "Tidak tahulah." Jawab Ilyas A.s. "Apakah engkau
bersedih karena akan meninggalkan dunia dan takut menghadapi maut?" tanya
malaikat. "Tidak. Tiada sesuatu yang aku sesali kecuali karena aku
menyesal tidak boleh lagi berdzikir kepada Allah, sementara yang masih hidup
boleh terus berdzikir memuji Allah," jawab Ilyas A.s. Saat itu Allah SWT
lantas menurunkan wahyu kepada malaikat agar menunda pencabutan nyawa itu dan
memberi kesempatan kepada Nabi Ilyas A.s berdzikir sesuai dengan permintaannya.
Nabi Ilyas A.s ingin terus hidup semata-mata karena ingin berdzikir
kepada Allah SWT. Maka berdzikirlah Nabi Ilyas A.s sepanjang hidupnya.
"Biarlah dia hidup di taman untuk berbisik dan mengadu serta berdzikir
kepada-Ku sampai akhir nanti." Kata Allah SWT.
3. Nabi IDRIS A.s.
Diriwayatkan Nabi Idris A.s.
telah naik ke langit pada hari senin. Peristiwa naiknya Nabi Idris A.s. ke
langit ini, telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam Al-Quran. Firman Allah SWT
bermaksud: "Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah, Idris
yang tersebut di dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat
membenarkan dan seorang Nabi. Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang
tinggi." (Q.S Maryam: 56-57) Nama Nabi Idris A.s. yang sebenarnya adalah 'Akhnukh'.
Sebab beliau dinamakan Idris, karena beliau banyak membaca, mempelajari
(tadarrus) kitab Allah SWT. Setiap hari Nabi Idris A.s menjahit Qamis (baju
kemeja), setiap kali beliau memasukkan jarum untuk menjahit pakaiannya, beliau
mengucapkan kalimat Tasbih. Jika pekerjaannya sudah selesai, kemudian pakaian
itu diserahkannya kepada orang yang memesannya tanpa meminta upah. Walau
demikian, Nabi Idris A.s masih sanggup beribadah dengan amalan yang sukar untuk
digambarkan. Sehingga Malaikat Maut sangat rindu berjumpa dengan beliau.
Kemudian Malaikat Maut memohon kepada Allah SWT, agar diizinkan untuk pergi
menemui Nabi Idris A.s. Setelah memberi salam, Malaikat pun duduk. Nabi Idris
A.s. mempunyai kebiasaan berpuasa sepanjang masa. Ketika waktu berbuka puasa
telah tiba, maka datanglah malaikat dari Syurga membawa makanan Nabi Idris A.s,
dan beliau menikmati makanan tersebut. Kemudian baginda beribadah sepanjang
malam.
Pada suatu malam Malaikat Maut datang menemuinya, sambil membawa makanan
dari Syurga. Nabi Idris A.s menikmati makanan itu. Kemudian Nabi Idris
A.s berkata kepada Malaikat Maut: "Wahai tuan, marilah kita nikmati
makanan ini bersama-sama." Tetapi Malaikat itu menolaknya. Nabi Idris A.s
terus melanjutkan ibadahnya, sedangkan Malaikat Maut itu dengan setia menunggu
sampai terbit matahari. Nabi Idris A.s merasa heran melihat sikap Malaikat itu.
Kemudian beliau berkata: "Wahai tuan, maukah tuan berjalan-jalan bersama
saya untuk melihat keindahan alam sekitar..?” Malaikat Maut menjawab: “Baiklah
Wahai Nabi Allah Idris A.s." Maka berjalanlah keduanya melihat alam
sekitar dengan berbagai jenis tumbuh- tumbuhan hidup di situ. Akhirnya ketika
mereka sampai pada suatu kebun, maka Malaikat Maut berkata kepada Nabi Idris
A.s.: "Wahai Idris a.s, adakah tuan izinkan saya untuk mengambil ini untuk
saya makan..?” Nabi Idris A.s pun menjawab: “Subhanallah, mengapa malam tadi
tuan tidak mau memakan makanan yang halal, sedangkan sekarang tuan mau memakan
yang haram..?" Kemudian
Malaikat Maut dan Nabi Idris A.s meneruskan perjalanan mereka.
Tidak terasa oleh mereka bahwa mereka telah berjalan-jalan selama empat
hari. Selama mereka bersahabat, Nabi Idris A.s menemui beberapa keanehan pada
diri temannya itu. Segala tindak-tanduknya berbeda dengan sifat-sifat manusia
biasa. Akhirnya Nabi Idris A.s tidak dapat menahan hasrat rasa ingin tahunya
itu. Dan kemudian beliau bertanya: "Wahai tuan, bolehkah saya tahu,
siapakah tuan yang sebenarnya...?” Saya adalah Malaikat Maut." Jawab
malaikat maut "Tuankah yang bertugas mencabut semua nyawa makhluk...?"
tanya Nabi Idris A.s "Benar ya Idris A.s." Jawab malaikat maut
"Sedangkan tuan bersama saya selama empat hari, adakah tuan juga telah
mencabut nyawa- nyawa makhluk...?" tanya Nabi Idris A.s "Wahai Idris
A.s, selama empat hari ini banyak sekali nyawa yang telah saya cabut. Roh
makhluk-makhluk itu bagaikan hidangan di hadapanku, aku ambil mereka bagaikan
seseorang sedang menyuap- nyuap makanan." Jawab malaikat maut "Wahai
Malaikat, apakah tujuan tuan datang, apakah untuk ziarah atau untuk mencabut nyawaku...?"
tanya Nabi Idris A.s "Saya datang untuk menziarahimu dan Allah SWT telah
mengizinkan niatku itu." Jawab malaikat maut "Wahai Malaikat Maut,
kabulkanlah satu permintaanku kepadamu, yaitu agar tuan mencabut nyawaku,
kemudian tuan mohonkan kepada Allah SWT agar Allah SWT menghidupkan saya
kembali, supaya aku dapat menyembah Allah SWT setelah aku merasakan dahsyatnya
sakaratul maut itu." Malaikat Maut pun menjawab: "Sesungguhnya saya
tidaklah mencabut nyawa seseorang pun, melainkan hanya dengan izin dari Allah
SWT." Lalu Allah SWT mewahyukan kepada Malaikat Maut, agar ia mencabut
nyawa Idris A.s. Maka dicabutnya nyawa Idris A.s saat itu juga. Dan Nabi Idris
A.s pun merasakan kematian saat itu. Ketika Malaikat Maut melihat kematian Nabi
Idris A.s itu, maka menangislah ia. Dengan perasaan iba dan sedih ia memohon
kepada Allah SWT supaya Allah SWT menghidupkan kembali sahabatnya itu. Allah
SWT mengabulkan permohonannya, dan Nabi Idris A.s pun dihidupkan oleh Allah SWT
kembali. Kemudian Malaikat Maut memeluk Nabi Idris A.s, dan ia bertanya:
"Wahai saudaraku, bagaimanakah tuan merasakan kesakitan maut itu...?
" "Bila seekor binatang dilepas kulitnya ketika ia masih hidup, maka
sakitnya maut itu seribu kali lebih sakit daripadanya. "Padahal kelembutan
yang saya lakukan ketika mencabut nyawa terhadap tuan, ketika saya mencabut
nyawa tuan itu, belum pernah saya lakukan terhadap siapa pun sebelum
tuan." Jawab malaikat maut "Wahai Malaikat Maut, saya mempunyai
permintaan lagi kepada tuan, yaitu saya sungguh-sungguh berhasrat melihat
Neraka, supaya saya dapat beribadah kepada Allah SWT lebih banyak lagi, setelah
saya menyaksikan dahsyatnya api neraka itu." "Wahai Idris A.s. saya
tidak dapat pergi ke Neraka jika tanpa izin dari Allah SWT." Jawab malaikat
maut Akhirnya Allah SWT mewahyukan kepada Malaikat Maut agar ia membawa Nabi
Idris A.s ke dalam Neraka. Maka pergilah mereka berdua ke Neraka. Di Neraka
itu, Nabi Idris A.s. dapat melihat semua yang diciptakan Allah SWT untuk
menyiksa musuh-musuh-Nya. Seperti rantai-rantai yang panas, ular yang berbisa,
kala, api yang membara, timah yang mendidih, pokok-pokok yang penuh berduri,
air panas yang mendidih dan lain-lain. Setelah merasa puas melihat keadaan
Neraka itu, maka mereka pun pulang. Kemudian Nabi Idris A.s. berkata kepada
Malaikat Maut: "Wahai Malaikat Maut, saya mempunyai hajat yang lain, yaitu
agar tuan dapat menolong saya membawa masuk ke dalam Syurga. Sehingga saya
dapat melihat apa-apa yang telah disediakan oleh Allah SWT bagi kekasih-
kekasih-Nya. Setelah itu saya pun dapat meningkatkan lagi ibadah saya kepada
Allah SWT. Saya tidak dapat membawa tuan masuk ke dalam Syurga, tanpa
perintah dari Allah SWT." Jawab Malaikat Maut. Lalu Allah SWT pun
memerintahkan kepada Malaikat Maut supaya ia membawa Nabi Idris A.s masuk ke
dalam Syurga. Kemudian pergilah mereka berdua hingga mereka sampai di pintu
Syurga dan mereka berhenti di pintu tersebut. Dari situ Nabi Idris A.s dapat melihat pemandangan di dalam Syurga. Nabi
Idris A.s dapat melihat segala macam kenikmatan yang disediakan oleh Allah SWT
untuk para wali- wali-Nya. Berupa buah-buahan, pokok-pokok yang indah dan
sungai-sungai yang mengalir dan lain-lain. Kemudian Nabi Idris A.s berkata:
"Wahai saudaraku Malaikat Maut, saya telah merasakan pahitnya maut dan saya
telah melihat dahsyatnya api Neraka. Maka maukah tuan memohonkan kepada Allah
SWT untukku, agar Allah SWT mengizinkan aku memasuki Syurga untuk dapat meminum
airnya, untuk menghilangkan kesakitan mati dan dahsyatnya api Neraka...?"
Maka Malaikat Maut pun memohon kepada Allah SWT. Dan kemudian Allah SWT
memberikan izin kepadanya untuk memasuki Syurga tapi kemudian harus keluar
lagi. Nabi Idris A.s pun masuk ke dalam Syurga, beliau meletakkan kasutnya di
bawah salah satu pohon Syurga, lalu ia keluar kembali dari Syurga. Setelah
beliau berada di luar, Nabi Idris A.s berkata kepada Malaikat Maut: "Wahai
Malaikat Maut, aku telah meninggalkan kasutku di dalam Syurga.” Malaikat Maut
pun berkata: “Masuklah ke dalam Syurga, dan ambil kasut tuan." Maka masuklah
Nabi Idris A.s, namun beliau tidak keluar lagi, sehingga Malaikat Maut
memanggilnya: "Ya Idris A.s, keluarlah..!”. “Tidak, wahai Malaikat Maut,
karena Allah SWT telah berfirman: "Setiap yang berjiwa akan merasakan
mati." (Q.S Ali- Imran: 185) Sedangkan saya telah merasakan kematian. Dan
Allah berfirman yang bermaksud: "Dan tidak ada seorang pun daripadamu,
melainkan mendatangi Neraka itu." (Q.S Maryam: 71) Dan saya pun
telah mendatangi Neraka itu. Dan firman Allah lagi yang bermaksud: "… Dan
mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan daripadanya (Syurga)." (Q.S
Al-Hijr: 4) Maka Allah menurunkan wahyu kepada Malaikat Maut itu:
"Biarkanlah dia, karena Aku telah menetapkannya di Azali, bahwa ia akan
bertempat tinggal di Syurga."
Allah menceritakan tentang
kisah Nabi Idris A.s ini kepada Rasulullah SAW dengan firman- Nya: "Dan
ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris yang tersebut di dalam
Al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang
Nabi. Dan kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi." (Q.S Maryam:
56-57)
4. Nabi ISA A.s.
Seorang lagi Nabi Allah yang
diceritakan dari kecil di dalam Al- Qur'an ialah Isa A.s. Baginda diutus kepada
kaum Bani Israil dengan kitab Injil yang diturunkan sebelum Al-Qur'an. Di dalam
Al-Qur'an, Nabi Isa A.s disebut dengan empat panggilan yaitu Isa, Isa putera
Maryam, putera Maryam, dan Al-Masih. Ibunya seorang yang sangat dimuliakan
Allah. Dia memilihnya di atas semua perempuan di semua alam. Firman-Nya,
"Dan ketika malaikat-malaikat berkata, 'Wahai Mariam, Allah memilih kamu,
dan membersihkan kamu, dan Dia memilih kamu di atas semua perempuan di semua
alam'" (3:42). Maryam, ibu Nabi Isa A.s, telah menempuh satu ujian yang
amat berat daripada Allah. Dia dipilih untuk melahirkan seorang Nabi dengan
tanpa disentuh oleh seseorang lelaki. Dia adalah seorang perempuan yang suci.
Kelahiran Nabi Isa A.s merupakan suatu mukjizat kerana dilahirkan tanpa bapak.
Kisahnya diceritakan di dalam
Al-Qur'an. Di sini, ceritanya bermula dari kunjungan malaikat kepada Maryam
atas perintah Allah. Ketika itu, malaikat menyerupai manusia dengan tanpa
cacat. Kemunculan malaikat membuat Maryam menjadi takut lalu berkata, “Aku
berlindung pada Yang Pemurah daripada kamu, jika kamu bertakwa (takut kepada
Tuhan)..!” Dia (malaikat) berkata, “Aku hanyalah seorang rasul yang datang
daripada Pemelihara kamu, untuk memberi kamu seorang anak lelaki yang
suci." (19:18-19) Pada ayat yang lain, diceritakan bahwa malaikat yang
datang itu telah memberi nama kepada putera yang bakal dilahirkan. Nama itu
diberi oleh Allah, dan dia (Isa) akan menjadi terhormat di dunia dan akhirat
sambil berkedudukan dekat dengan Tuhan. Ayatnya berbunyi: "Wahai Maryam,
Allah menyampaikan kepada kamu berita gembira dengan satu Kata daripada-Nya,
yang namanya Al- Masih, Isa putera Maryam, terhormat di dunia dan di akhirat,
daripada orang-orang yang didekatkan." (3:45) Kemudian Maryam bertanya,
"Bagaimanakah aku akan ada seorang anak lelaki sedang tiada seorang
manusia pun menyentuhku, dan bukan juga aku seorang jalang...?" (19:20)
Malaikat menjawab, "Dia (Allah) berkata, 'Begitulah; Pemelihara kamu telah
berkata, 'Itu mudah bagi-Ku; dan supaya Kami membuat dia satu ayat (tanda) bagi
manusia, dan satu pengasihan daripada Kami; ia adalah perkara yang telah ditentukan'"
(19:21). Maka lahirlah Isa putera Maryam lebih enam ratus tahun sebelum Nabi
Muhammad SAW dilahirkan. Allah SWT membuat Nabi Isa A.s dan ibunya satu ayat
(tanda) bagi manusia, yaitu tanda untuk menunjukkan kebesaran-Nya ( 23:50).
Isa A.s adalah seorang Nabi dan
juga seorang Rasul. Baginda dan beberapa orang rasul telah dilebihkan Allah SWT
daripada rasul-rasul lain. Ada yang Dia berkata-kata kepadanya, ada yang Dia
menaikkan derajad, dan bagi Isa A.s, Dia memberi bukti- bukti yang jelas serta
mengukuhkannya dengan Roh Suci. Firman-Nya: "Dan rasul-rasul itu,
sebahagian Kami melebihkan di atas sebahagian yang lain. Sebagian ada yang
kepadanya Allah SWT berkata-kata, dan sebagian Dia menaikkan derajad. Dan Kami
memberikan Isa putera Maryam bukti-bukti yang jelas, dan Kami mengukuhkan dia
dengan Roh Qudus (Suci)." (2:253) Namun begitu, manusia dilarang oleh
Allah SWT untuk membeda- bedakan antara para rasul dan Nabi. Larangan itu
berbunyi, "Katakanlah, Kami percaya kepada Allah SWT, dan apa yang
diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, dan Ismail, dan
Ishak, dan Yaakub, dan puak-puak, dan apa yang diberi kepada Musa, dan Isa, dan
apa yang diberi kepada Nabi-Nabi daripada Pemelihara mereka. Kami tidak
membeda-bedakan seorang pun antara mereka, dan kepada-Nya kami muslim.'"
(2:136) Akibat membeda-bedakan Nabi atau Rasul dapat dilihat pada hari ini,
yaitu Nabi Isa A.s dipercayai oleh sebagian pihak sebagai Tuhan atau anak
Tuhan, dan Nabi Muhammad SAW, dianggap macam Tuhan, yang berhak membuat hukum
agama.
Oleh karena Isa A.s adalah
seorang Nabi maka baginda diberi sebuah Kitab, yaitu Injil, yang mengandung
petunjuk dan cahaya untuk menjadi pegangan Bani Israil. Selain menyeru kepada
Bani Israil untuk menyembah Allah SWT dengan mentaati Injil, baginda juga
mengesahkan kitab Taurat yang diturunkan sebelumnya. Dua firman Allah SWT
menjelaskannya di sini, berbunyi: "Dan Kami mengutus, menyusuli
jejak-jejak mereka, Isa putera Maryam, dengan mengesahkan Taurat yang
sebelumnya; dan Kami memberinya Injil, di dalamnya petunjuk dan cahaya,"
(5:46) dan, "Aku (Isa) hanya mengatakan kepada mereka apa yang Engkau
memerintahkan aku dengannya: 'Sembahlah Allah SWT, Pemelihara aku dan
Pemelihara kamu.'" (5:117) Turut disebut di dalam Injil (dan Taurat) ialah
berita mengenai kedatangan seorang Nabi berbangsa Arab, atau Ummiy ( 7:157),
dan janji dikaruniakan Taman atau Syurga bagi orang- orang yang berperang di
jalan Allah ( 9:111). Janji itu juga
didapati di dalam Taurat dan Al- Qur'an. Ketika baginda diutus, manusia sedang
berselisih dalam hal agama. Maka kedatangannya adalah juga untuk memperjelas
apa yang sedang diperselisihkan. Firman Allah SWT: "dia (Isa) berkata, Aku
datang kepada kamu dengan kebijaksanaan, dan supaya aku memperjelaskan kepada kamu
sebahagian apa yang dalamnya kamu memperselisihkan; maka kamu takutilah Allah,
dan taatlah kepadaku.'" (43:63).
Baginda juga memberitahu
tentang kedatangan seorang rasul selepas baginda, yang namanya akan dipuji. Ayat yang mengisahkannya berbunyi:
"Wahai Bani Israil, sesungguhnya aku (Isa) rasul Allah kepada kamu,
mengesahkan Taurat yang sebelum aku, dan memberi berita gembira dengan
seorang rasul yang akan datang selepas aku, namanya Ahmad (dipuji)."
(61:6) Seperti Nabi atau Rasul yang lain, baginda mempunyai pengikut- pengikut
yang setia dan juga yang tidak setia atau yang menentang. Pengikut- pengikutnya
yang setia percaya kepada Allah SWT dan kepadanya. Mereka adalah muslim. Firman
Allah: "Dan ketika Aku mewahyukan pengikut-pengikut yang setia, Percayalah
kepada-Ku, dan rasul- Ku; mereka berkata, Kami percaya, dan saksilah Engkau
akan kemusliman kami.'" (5:111) Pengikut-pengikut yang setia pula menjadi
penolong- penolong, bukan baginya tetapi bagi Allah SWT. Firman-Nya:
"Berkatalah pengikut- pengikutnya yang setia, Kami akan menjadi penolong-
penolong Allah SWT; kami percaya kepada Allah SWT, dan saksilah kamu akan
kemusliman kami.'" (3:52) Begitu juga bagi pengikut- pengikut setia
Nabi-Nabi lain, termasuk Muhammad SAW. Semuanya menjadi penolong- penolong Allah
SWT, untuk melaksanakan dan menyampaikan pesan-Nya. Firman Allah SWT:
"Wahai orang-orang yang percaya, jadilah kamu penolong- penolong Allah,
sebagaimana Isa putera Maryam berkata kepada pengikut-pengikut yang setia,
Siapakah yang akan menjadi penolong-penolong aku bagi Allah SWT?
Pengikut-pengikut yang setia berkata, kami akan menjadi penolong-penolong Allah
SWT." (61:14) Walau bagaimana pun, pengikut- pengikut Nabi Isa A.s yang
setia memerlukan bukti selanjutnya untuk mengesahkan kebenarannya dan supaya
hati mereka menjadi tenteram. Untuk itu mereka memohon sebuah meja hidangan
dari langit.
Kisahnya berbunyi begini:
"Dan apabila pengikut-pengikut yang setia berkata, 'Wahai Isa putera
Maryam, bolehkah Pemelihara kamu menurunkan kepada kami sebuah meja hidangan
dari langit?' Dia (Isa) berkata, 'Kamu takutilah Allah SWT, jika kamu
orang-orang mukmin.' Mereka berkata, 'Kami menghendaki untuk memakan
daripadanya, dan hati kami menjadi tenteram, supaya kami mengetahui bahwa kamu
berkata benar kepada kami, dan supaya kami adalah antara para saksinya.'"
(5:112-113) Justru itu, baginda memohon kepada Allah SWT, "Ya Allah,
Pemelihara kami, turunkanlah kepada kami sebuah meja hidangan dari langit, yang
akan menjadi bagi kami satu perayaan, yang pertama dan yang akhir bagi kami,
dan satu ayat (tanda) daripada Engkau. Dan berilah rezeki untuk kami; Engkau
yang terbaik daripada pemberi-pemberi rezeki." (5:114) Allah SWT
mengabulkan permintaannya. Lantas, meja hidangan yang turun menjadi satu lagi
mukjizat bagi Nabi Isa A.s. Dan ia juga menjadi nama sebuah surat
di dalam Al-Qur'an, yaitu surat
kelima, Al-Maidah.
Selain daripada kelahiran yang
sangat luar biasa dan meja hidangan, Nabi Isa A.s telah dikaruniai dengan
beberapa mukjizat lain. Ayat berikut menjelaskannya: "Ketika Allah SWT
berkata, 'Wahai Isa putera Maryam, ingatlah akan rahmat-Ku ke atas kamu, dan ke
atas ibu kamu, apabila Aku mengukuhkan kamu dengan Roh Qudus (Suci), untuk
berkata-kata kepada manusia di dalam buaian dan setelah dewasa ….. Dan apabila
kamu mencipta daripada tanah liat, dengan izin- Ku, yang seperti bentuk burung,
dan kamu menghembuskan ke dalamnya, lalu jadilah ia seekor burung , dengan
izin-Ku, Dan kamu menyembuhkan orang buta, dan orang sakit kusta , dengan
izin-Ku, Dan kamu mengeluarkan orang yang mati , dengan izin-Ku' ….. lalu
orang-orang yang tidak percaya antara mereka berkata, 'Tiadalah ini, melainkan
sihir yang nyata.'" (5:110).
Walaupun Nabi Muhammad SAW
hanya diberi satu mukjizat, manusia dicegah dari berkata bahwa Nabi Isa A.s adalah
lebih mulia daripada Nabi Muhammad SAW. Karena, seperti yang sudah diketahui
bahwa amalan yang berupa membeda-bedakan para Nabi dan Rasul adalah dilarang
oleh Allah SWT. "Ketika Allah SWT berkata, 'Wahai Isa, Aku akan mematikan
kamu, dan menaikkan kamu kepada-Ku, dan Aku membersihkan kamu daripada
orang-orang yang tidak percaya …..'" (3:55) "Dan aku (Isa) seorang
saksi atas mereka selama aku di kalangan mereka; tetapi setelah Engkau
mematikan aku, Engkau Sendiri adalah penjaga atas mereka; Engkau saksi atas
segala sesuatu." (5:117) Akan tetapi, sebagian dari kaum Bani Israil
mengatakan bahwa mereka telah membunuhnya dengan cara di salib. Namun Allah SWT
mengatakan yang sebaliknya. Dengan apa yang terjadi hanyalah satu kesamaan
saja. Firman-Nya: "ucapan mereka, 'Kami telah membunuh Al-Masih, Isa
putera Maryam, rasul Allah.' Tetapi mereka tidak membunuhnya, dan tidak juga
menyalibnya, tetapi hanya satu kesamaan yang ditunjukkan kepada mereka.
Orang-orang yang berselisih mengenainya benar-benar dalam keraguan terhadapnya;
mereka tidak ada pengetahuan mengenainya, kecuali mengikuti sangkaan; mereka
tidak membunuhnya, yakinlah." (4:157) Di akhir zaman nabi Isa A.s akan
turun kembali ke bumi, bukan sebagai nabi tapi sebagai ummat nabi Muhammad SAW.
(mengikut syariat nabi Muhammad SAW). akan berdakwah mengajak ummat kristiani
untuk masuk islam, menghancurkan salib-salib, membunuh Dajjal.
Dari Abdullah Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah saw bersabda
"Ketika saya sedang tidur, saya bermimpi melakukan tawaf di Kaabah, lalu
ada seorang berambut lebat yang meneteskan air dari kepalanya, lalu aku
tanyakan siapakah ini, mereka menjawab, "Ibnu Maryam as", kemudian
aku berpaling dan melihat seorang laki-laki yang gemuk, berkulit merah,
berambut keriting, matanya buta sebelah, dan matanya itu seperti buah anggur
yang masak (tak bersinar). Mereka mengatakan, "Ini Dajjal". Dia
adalah orang yang paling mirip dengan Ibnu Qathn, seorang laki-laki dari
Khuza'ah." [HR al-Bukhari, dan Muslim]. Dari Anas, beliau berkata,
Rasulullah saw bersabda, Dajjal itu matanya terhapus (buta), tertulis di antara
kedua matanya kafir, kemudian beliau mengejanya, kafir yang boleh dibaca oleh
setiap orang muslim dan di antara kedua matanya terdapat tulisan
"kafir" (HR Muslim) Pada hadis pertama di atas menyebutkan beberapa
ciri fizikal dajjal, iaitu postur tubuhnya gemuk, kulitnya kemerah-merahan,
sebelah matanya buta, matanya seperti buah anggur yang masak.
Dan pada hadis kedua disebutkan ciri yang lain, iaitu
tertulis huruf kafir di antara kedua matanya. Tanda itu boleh difahami oleh
setiap muslim baik yang boleh membaca maupun yang buta huruf. Ummu Syuraik
bertanya kepada Rasulullah tentang hari dajjal : "Ya Rasulullah ke mana
orang-orang Arab ketika itu?". Rasulullah menjawab "Jumlah mereka
pada waktu itu terlalu sedikit. Mereka lari ke Baitulmaqdis menjumpai Imam
(Imam Mahdi) mereka. Ketika Imam mereka sudah berdiri di depan untuk mengimamkan
solat subuh, tiba-tiba datang Isa Bin Maryam. Imam itu mahu mundur untuk
memberi peluang kepada Isa, tetapi Isa sambil memegang bahu Imam itu berkata :
"Teruskanlah, sesungguhnya Iqamat dibacakan untuk engkau". Maka
sembahyanglah mereka semua dibelakang Imam tadi. Selesai solat, Isa A.S.
berkata kepada semua jemaah : "Bukakan pintu itu". Mereka membuka
pintu Masjid itu, tiba- tiba Dajjal sudah berdiri di situ dan di belakangnya
ada 70,000 orang Yahudi lengkap bersenjata. Melihat Isa A.S. ada di dalam
masjid itu, Dajjal tiba-tiba sahaja cair seperti cairnya garam disirami air.
Dajjal lari kerana ketakutan Isa terus sahaja mengejarnya kemudian menjumpai di
Babu Luddi dan di situlah Isa A.S. membunuhnya. Orang-orang Yahudi cuba
melarikan diri dan bersembunyi tetapi semua benda tempat mereka bersembunyi
akan berkata-kata dengan izin Allah. Benda-benda dimaksudkan termasuklah
dinding, batu, pokok, kayu dan termasuk juga sepohon pokok berduri (disebut
pokok Yahudi). Pintu masuk ke kota
Lod.
Tempat Dajjal akan dibunuh. Jauh tempat ini dari Jeruselem
lebih kurang 45 km Kawasan berbukit yang subur di kota Lod, kota yang berumur
2000 tahun Lod (Bahasa Ibrani: לוֹד; Arab: ﺍَﻟْﻠُﺪّْ,
al-Ludd; Greco-Latin Lydda), juga dieja dan disebut Ludd, ialah sebuah bandar
diDaerah Tengah, Israel, sekitar 20 kilometer di tenggara Tel Aviv dan 3
kilometer utara Ramallah. Pada akhir tahun 2007, kota ini berpenduduk 67,000
orang, di mana 80% daripadanya adalah dari kaum Yahudi, manakala 20% lagi dari
umat Arab Palestin berikutan projek perluasaan tapak penempatan haram Yahudi.
Nama lama kota ini, selama ribuan tahun, ialah
Lydda, Lydea dan Al-Lydd, dan kota
ini juga terkenal dengan nama Diospolis. Dalam Injil 1 Tawarikh 8 disebutkan
bahawa kota ini
menjadi tempat tinggal bagi Suku Bunyamin (anak kepada Nabi Yaakub a.s. dan
adik kepada Nabi Yusuf a.s.). Kononnya, di tempat inilah Santo Peter
menyembuhkan seseorang yang mengalami penyakit lumpuh, seperti yang disebutkan
dalam Kisah Para Rasul 9: 32-38. Di kota
ini ada sebuah gereja yang dikenali sebagai: Gereja Santo Georgius dan sebuah
Masjid yakni: Masjid El-Chodr. Bahagian tempat peribadatan itu membentuk
kompleks bangunan, gereja dan masjid itu juga memiliki pintu masuk yang unik. Kota ini dikenali kerana
mempunyai sistem Bandar Antarabangsa yang mempunyai banyak persamaan dengan
Bandar Tel Aviv yakni Bandar Ben Gurion. Setakat ini telah adanya jalan raya
dan jalur KA yang menghubungkan kota
ini dengan Tel Aviv. Lapangan terbang utama Israel, Lapangan Terbang
Antarabangsa Ben Gurion (dahulunya dikenali sebagai Lapangan Terbang Lydda, RAF
Lydda, dan Lapangan Terbang Lod) terletak di bandar ini. Mengikut perspektif
Islam pula, di pagar/tembok Kota Lod inilah akan terjadinya pembunuhan Dajal
oleh Nabi Isa a.s.
Dalam hadits Nawwas bin Sam'an yang panjang yang
membicarakan kemunculan Dajjal dan turunnya Isa alaihissalam, Rasulullah
shalallahu alaihi wasallam bersabda: "Ketika Allah telah mengutus al-
Masih Ibnu Maryam, maka turunlah ia di menara putih di sebelah timur Damsyik
dengan mengenakan dua buah pakaian yang dicelup dengan waras dan zafaran, dan
kedua telapak tangannya diletakkannya di sayap dua Malaikat; bila ia
menundukkan kepala maka menurunlah rambutnya, dan jika diangkatnya kelihatan
landai seperti mutiara. Maka tidak ada orang kafir pun yang mencium nafasnya
kecuali pasti meninggal dunia, padahal nafasnya itu sejauh mata memandang. Lalu
Isa mencari Dajjal hingga menjumpainya di pintu Lud, lantas dibunuhnya Dajjal
hingga menjumpainya di pintu Lud, lantas dibunuhnya Dajjal. Kemudian Isa datang
kepada suatu kaum yang telah dilindungi Allah dari Dajjal, lalu Isa mengusap
wajah mereka dan memberi tahu mereka tentang darjat mereka di syurga."
(Shahih Muslim, Kita Al- Fitan wa Asyrathis Sa'ah, Bab Dzikr Ad-Dajjal
18:67-68) Aus bin Aus Ats-Tsaqafi meriwatkan bahwa Rasulullah shalallhu 'alaihi
wasallam bersabda, "'Isa bin Maryam akan turun di Menara Putih sebelah
timur Kota Damsyik." (HR Thabrani) Menurut Ibnu Katsir Nabi Isa akan turun
disisi menara sebelah timur Masjid Jamik Umawi iaitu di sebelah timur
Damaskus/Damsyik. Menara tersebut telah diperbaiki pada zaman Ibnu Katsir iaitu
pada tahun 741 Hijrah. Pembiayaanya diambil dari harta orang-orang Nasrani yang
sebelumnye telah membakar menara tersebut.Hafiz Ibnu Katsir dalam an-Nihayah
berkata, "Inilah pendapat yang lebih masyhur tentang tempat turunnya Isa,
iaitu di menara putih di timur Damsyik. Dan saya telah melihat di sebagian buku
bahwa Isa turun di menara putih sebelah timur Jami' Damsyik. Mungkin inilah
yang lebih valid dan bunyi riwayatnya, 'Maka dia turun di atas menara putih
yang ada di timur Damsyik'. Jadi
rawi membuat redaksi sendiri sesuai dengan apa yang dia fahami. Dan di Damsyik
tidak ada menara yang dikenali dengan menara timur kecuali menara yang berada
di timur Jami' Umawi dan inilah yang lebih cocok dan lebih sesuai kerana Isa
turun pada saat didirikannya shalat…" (An- Nihayah fi al-Fitan wa al-
Malahim I/192).
Menurut Sami bin
Abdullah Al- Maghluts pula dalam bukunya Athlas Tarikh al-Anbiya' wa ar- rosul
(atlas sejarah nabi dan rosul) ada dua buah menara yang sangat mirip
sebagaimana disebutkan dalam hadist di atas. Kedua menara itu adalah menara
Masjid al-Umawi (Umayyah) yang di bangun oleh al-Walid bin Abdul Malik (lihat
atlas hadist karya Syauqi Abu Khalil) dan menara tembok damaskus. Kedua
tempat tersebut memiliki kemiripan yang diduga disana lah Isa AS akan
turun. Sifat Dan Rupa Nabi Isa Alaihissalam Adapun sifat-sifatnya maka Nabi
kita saw telah menyatakan bahawa Isa adalah laki-laki berperawakan sedang tidak
tinggi tidak pendek, berwajah bulat, berkulit kemerah- merahan, berdada lapang,
orang yang paling mirip dengannya adalah Urwah bin Mas'ud ast-Tsaqafi.
Dari Abu Hurairah bahawasanya Rasulullah saw bersabda,
"Antara diriku dengan Isa tidak ada nabi, dan sesungguhnya dia pasti
turun. Jika kalian melihatnya maka kenalilah dia. Sesungguhnya dia berperawakan
sedang, putih kemerah-merahan, dia turun di antara dua potong baju berwarna
kekuning-kuningan, kepalanya seolah-olah menetes walaupun tidak basah, dia
memerangi manusia di atas Islam, lalu dia mematahkan salib, membunuh babi dan
menghapus jizyah. Pada masanya Allah menghancurkan semua agama kecuali Islam,
dia membunuh al-Masih ad-Dajjal kemudian tinggal di bumi selama 40 tahun
kemudian wafat dan kaum muslimin menshalatkannya." (HR. Abu Dawud,
al-Hakim dan Ibnu Khuzaimah) Dari Abu Hurairah, Nabi saw bersabda, "Pada
malam Isra'…. Dan saya bertemu dengan Isa. Lalu Nabi saw menjelaskan ciri-
cirinya, 'Orangnya sedang, kulitnya kemerah-merahan, seolah-olah dia habis mandi,
saya melihatnya…'." (HR. al- Bukhari, Muslim dan at-Tirmidzi) Dari Jabir
bin Abdullah bahawa Rasulullah saw bersabda, "Saya bertemu dengan para
nabi, ternyata Musa…. Saya melihat Isa bin Maryam, ternyata orang yang paling
mirip dengannya adalah Urwah bin Mas'ud…." (HR. Muslim dan at- Tirmidzi)
Dari Abdullah bin Abbas Rasulullah saw menceritakan malam Isra'nya, beliau
bersabda, "Saya melihat Isa berperawakan sedang kemerah-merahan berambut
lurus…." (HR. al-Bukhari dan Muslim) sumber
NABI KHIDIR. AS
Perihal Nabi Khidir a.s.
Bukhari, Ibn al-Mandah, Abu Bakar al-Arabi, Abu Ya’la, Ibn al-Farra’, Ibrahim
al-Harbi dan lain-lain berpendapat, Nabi Khidir a.s. tidak lagi hidup dengan
jasadnya, ia telah wafat. Yang masih tetap hidup adalah ruhnya saja, iaitu
sebagaimana firman Allah:
وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ
مِّن قَبْلِكَ الْخُلْدَ أَفَإِن مِّتَّ فَهُمُ
الْخَالِدُونَ
“Kami tidak menjadikan seorang pun sebelum engkau (hai
Nabi), hidup kekal abadi.” (al-Anbiya’: 34)
Hadith marfu’ dari Ibn Umar dan Jabir (r.a.) menyatakan:
“Setelah lewat seratus tahun, tidak seorang pun yang sekarang masih hidup di
muka bumi.”
Ibn al-Šalah, al-Tsa’labi, Imam al-Nawawi, al-Hafiz Ibn Hajar al-Asqalani dan
kaum Sufi pada umumnya; demikian juga jumhurul-‘ulama’ dan ahl al-šalah
(orang-orang saleh), semua berpendapat, bahawa Nabi Khidir a.s. masih hidup
dengan jasadnya, ia akan meninggal dunia sebagai manusia pada akhir zaman. Ibn
Hajar al-Asqalani di dalam Fath al-Bari menyanggah pendapat orang-orang yang
menganggap Nabi Khidir a.s. telah wafat, dan mengungkapkan makna hadith yang
tersebut di atas, iaitu huraian yang menekankan, bahawa Nabi Khidir a.s. masih
hidup sebagai manusia. Ia manusia makhsus (dikhususkan Allah), tidak termasuk
dalam pengertian hadith di atas.
Mengenai itu Ulama berpendapat:
1. Kekal bererti tidak terkena kematian. Kalau Nabi Khidir a.s. dinyatakan
masih hidup, pada suatu saat ia pasti akan wafat. Dalam hal itu, ia tidak
termasuk dalam pengertian ayat al-Qur’an yang tersebut di atas selagi ia akan
wafat pada suatu saat.
2. Kalimat ‘di muka bumi’ yang terdapat dalam hadith tersebut, bermaksud adalah
menurut ukuran yang dikenal orang Arab pada masa itu (dahulu kala) mengenai
hidupnya seorang manusia di dunia. Dengan demikian maka Nabi Khidir a.s. dan
bumi tempat hidupnya tidak termasuk ‘bumi’ yang disebut dalam hadith di atas,
kerana ‘bumi’ tempat hidupnya tidak dikenal orang-orang Arab.
3. Yang dimaksud dalam hal itu ialah generasi Rasulullah s.a.w. terpisah sangat
jauh dari masa hidupnya Nabi Khidir a.s. Demikian menurut pendapat Ibn Umar,
iaitu tidak akan ada seorang pun yang mendengar bahawa Nabi Khidir a.s. wafat
setelah usianya lewat seratus tahun. Hal itu terbukti dari wafatnya seorang
bernama Abu al-Thifl Amir, satu-satunya orang yang masih hidup setelah seratus
tahun sejak adanya kisah tentang Nabi Khidir a.s.
4. Apa yang dimaksud ‘yang masih hidup’ dalam hadith tersebut ialah: tidak ada
seorang pun dari kalian yang pernah melihatnya atau mengenalnya. Itu memang
benar juga.
5. Ada pula
yang mengatakan, bahawa yang dimaksud kalimat tersebut (yang masih hidup) ialah
menurut keumuman (ghalib) yang berlaku sebagai kebiasaaan. Menurut kebiasaan
amat sedikit jumlah orang yang masih hidup mencapai usia seratus tahun. Jika
ada, jumlah mereka sangat sedikit dan menyimpang dari kaedah kebiasaaan;
seperti yang ada di kalangan orang-orang Kurdistan, orang-orang Afghanistan,
orang-orang India dan orang-orang dari penduduk Eropah Timur.
Nabi Khidir a.s. masih hidup dengan jasadnya atau dengan jasad yang baru.
Dari semua pendapat tersebut, dapat disimpulkan: Nabi Khidir a.s. masih hidup
dengan jasad dan ruhnya, itu tidak terlalu jauh dari kemungkinan sebenarnya.
Tegasnya, Nabi Khidir a.s masih hidup; atau, ia masih hidup hanya dengan
ruhnya, mengingat kekhususan sifatnya.
Ruhnya lepas meninggalkan Alam Barzakh berkeliling di alam dunia dengan
jasadnya yang baru (mutajassidah). Itupun tidak terlalu jauh dari kemungkinan
sebenarnya. Dengan demikian maka pendapat yang menganggap Nabi Khidir a.s.
masih hidup atau telah wafat, berkesimpulan sama; iaitu: Nabi Khidir a.s. masih
hidup dengan jasadnya sebagai manusia, atau, hidup dengan jasad ruhi (ruhani).
Jadi, soal kemungkinan bertemu dengan Nabi Khidir a.s. atau melihatnya adalah
benar sebenar-benarnya. Semua riwayat mengenai Nabi Khidir a.s. yang menjadi
pembicaraan ahlullah (orang-orang bertaqwa dan dekat dengan Allah S.W.T.)
adalah kenyataan yang benar terjadi.
Silakan lihat kitab Ušul al-Wušul karya Imam al-Ustaz Muhammad Zaki Ibrahim,
Jilid I, Bab: Kisah Khidir Bainas-Šufiyah Wa al-‘Ulama’. Dipetik dengan sedikit
perubahan dari al-Hamid al-Husaini, al-Bayan al-Syafi Fi Mafahimil Khilafiyah;
Liku-liku Bid‘ah dan Masalah Khilafiyah (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd,
1998, m.s. 488).
Bediuzzaman Said Nursi di dalam Maktubat, al-Maktub al-Awwal, dari koleksi
Rasail al-Nur.
Nursi menjawab satu soalan…adakah Sayyidina Khidr masih hidup?
Nursi menjawab ya…kerana ‘hayah’ itu 5 peringkat. Nabi Khidr di peringkat
kedua.
5 Peringkat ‘hayah’ itu ialah:
1. Kehidupan kita sekarang yang banyak terikat pada masa dan tempat.
2. Kehidupan Sayyidina Khidr dan Sayyidina Ilyas. Mereka mempunyai sedikit
kebebasan dari ikatan seperti kita. Mereka boleh berada di byak tempat dalam
satu masa. boleh makan dan minum bila mereka mahu. Para Awliya’dan ahli kasyaf
telah meriwayatkan secara mutawatir akan wujudnya ‘hayah’ di peringkat ini.
Sehingga di dalam maqam ‘walayah’ ada dinamakan maqam Khidr.
3.Peringkat ketiga ni seperti kehidupan Nabi Idris dan Nabi Isa. Nursi kata,
peringkat ini kehidupan nurani yang menghampiri hayah malaikat.
4.Peringkat ni pula…ialah kehidupan para syuhada’. Mereka tidak mati, tetapi
mereka hidup seperti disebut dalam al-Qur’an. Ustaz Nursi sendiri pernah
musyahadah peringkat kehidupan ini.
5.Dan yang ni Hayah atau kehidupan rohani sekalian ahli kubur yang meninggal
Wallahhua’lam. Subhanaka la ‘ilma lana innaka antal ‘alimul hakim
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim
dalam kitab Tafsir:
Bercerita kepadaku ayahku, yang didengarnya dari Abdul Aziz
Al-Ausiy, dari Ali bin Abu Ali, dari Ja'far bin Muhammad bin Ali bin Husain,
dari ayahnya, katanya Ali bin Abi Talib berkata: .
Ketika wafat Rasulullah SAW, datanglah ucapan takziah.
Datang kepada mereka (keluarga Nabi SAW) orang yang memberi takziah. Mereka
mendengar orang memberi takziah tetapi tidak melihat orangnya.
Bunyi suara itu begini :
.Assalamu Alaikum Ahlal Bait Warahmatullahi Wabarakatuh. Setiap yang
bernyawa akan merasakan mati. Hanyasanya disempurnakan pahala kamu pada hari
kiamat. Sesungguhnya dalam agama Allah ada pemberi takziah bagi setiap musibah,
bagi Allah ada pengganti setiap ada yang binasa, begitu juga menemukan bagi
setiap yang hilang. Kepada Allah-lah kamu berpegang dan kepada-Nya mengharap.
Sesungguhnya orang yang diberi musibah adalah yang diberi ganjaran pahala..
Berkata Imam Ja'far as Shadiq :
.Bercerita kepadaku ayahku bahawa Ali bin Abi Talib ada berkata : .
Tahukah kamu siapa ini? Ini adalah suara Nabi Khidir..
Berkata Muhammad bin Ja'far : .
Adalah ayahku, yaitu Ja'far bin Muhammad, menyebutkan tentang riwayat dari
ayahnya, dari datuknya, dari Imam Ali bin Abi Talib bahawa datang ke rumahnya
satu rombongan kaum Quraisy kemudian dia berkata kepada mereka: .
Maukah kamu aku ceritakan kepada kamu tentang Abul Qasim (Muhammad
SAW)?.
Kaum Quraisy itu menjawab: .
Tentu saja mau..
Imam Ali bin Abi Talib berkata: .
Jibril Alaihis salam pernah berkata kepada Rasulullah SAW :
.Selamat sejahtera ke atas kamu wahai Ahmad. Inilah akhir watanku (negeriku)
di bumi. Sesungguhnya hanya engkaulah hajatku di dunia.. Maka tatkala
Rasulullah SAW wafat, datanglah orang yang memberi takziah, mereka mendengarnya
tetapi tidak melihat orangnya. Orang yang memberi takziah itu berkata: .Selamat
sejahtera ke atas kamu wahai ahli bait. Sesungguhnya pada agama Allah ada
pemberi takziah setiap terjadi musibah, dan bagi Allah ada yang menggantikan
setiap ada yang binasa. Maka kepada Allah-lah kamu berpegang dan kepada-Nya
mengharap. Sesungguhnya orang yang diberi musibah adalah yang diberi ganjaran
pahala.. Mendengar yang demikian Imam Ali bin Abi Talib berkata: .Tahukah kamu
siapa yang datang itu? Itu adalah Khidir..
Berkata Saif bin Amr At-Tamimi dalam kitabnya Ar-Riddah, yang diterimanya dari
Said bin Abdullah, dari Ibnu Umar mengatakan: .Ketika wafat Rasulullah SAW,
datanglah Abu Bakar ke rumah Rasulullah. Ketika beliau melihat jenazah
Rasulullah SAW, beliau berkata: .
Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Rajiun.. Kemudian beliau
bersama sahabat-sahabat yang lain menyembahyangkan jenazah Rasulullah SAW. Pada
waktu mereka menyembahyangkan jenazah Rasulullah SAW, mereka mendengar suara
ajaib. Selesai solat dan mereka pun semuanya sudah diam, mereka mendengar suara
orang di pintu mengatakan: .Selamat sejahtera ke atas kamu wahai Ahli Bait.
Setiap yang bernyawa akan merasakan kematian. Hanya saja disempurnakan pahala kamu
pada hari kiamat.
Sesungguhnya pada agama Allah ada pengganti setiap ada yang binasa dan ada
kelepasan dari segala yang menakutkan. Kepada Allah-lah kamu mengharap dan
dengan-Nya berpegang. Orang yang diberi musibah akan diberi ganjaran. Dengarlah
itu dan hentikan kamu menangis itu."
Mereka melihat ke arah suara itu tetapi tidak melihat orangnya. Kerana sedihnya
mereka
menangis lagi. Tiba-tiba terdengar lagi suara yang lain mengatakan: .
Wahai Ahli Bait, ingatlah kepada Allah dan pujilah Dia
dalam segala hal, maka jadilah kamu golongan orang mukhlisin. Sesungguhnya
dalam agama Allah ada pemberi takziah setiap terjadi musibah, dan ada pengganti
setiap ada yang binasa. Maka kepada Allah-lah kamu berpegang dan kepada-Nya
taat. Sesungguhnya orang yang diberi musibah adalah orang yang diberi
pahala..
Mendengar yang demikian itu berkata Abu Bakar: .
Ini adalah Khidir dan Ilyas. Mereka datang atas kematian
Rasulullah SAW..
Berkata Ibnu Abu Dunia, yang didengarnya dari Kamil bin Talhah,
dari Ubad bin Abdul Samad, dari Anas bin Malik, mengatakan:
.
Sewaktu Rasulullah SAW meninggal dunia, berkumpullah
sahabat-sahabat beliau di sekeliling jenazahnya menangisi kematian beliau.
Tiba-tiba datang kepada mereka seorang lelaki yang bertubuh tinggi memakai kain
panjang. Dia datang dari pintu dalam keadaan menangis. Lelaki itu menghadap
kepada sahabat-sahabat dan berkata: .Sesungguhnya dalam agama Allah ada pemberi
takziah setiap terjadi musibah, ada pengganti setiap ada yang hilang.
Bersabarlah kamu kerana sesungguhnya orang yang diberi musibah itu akan diberi
ganjaran..
Kemudian lelaki itu pun menghilang daripada pandangan para sahabat. Abu
Bakar berkata:
.Datang ke sini lelaki yang memberi takziah.. Mereka
memandang ke kiri dan kanan tetapi lelaki itu tidak nampak lagi. Abu Bakar
berkata: .Barangkali yang datang itu adalah Khidir, saudara nabi kita. Beliau
datang memberi takziah atas kematian Rasulullah SAW..
Berkata Ibnu Syahin dalam kitabnya Al-Jana.iz: .
Bercerita kepada kami Ibnu Abu Daud, dari Ahmad bin Amr, dari
Ibnu Wahab, dari Muhammad bin Ajlan, dari Muhammad bin Mukandar, berkata: .
Pernah pada suatu hari Umar bin Khattab menyembahyangkan
jenazah, tiba-tiba beliau mendengar suara di belakangnya: janganlah mendahului
dari kami mengerjakan solat jenazah ini. Tunggulah sudah sempurna dan cukup
orang di belakang baru memulakan takbir.. Kemudian lelaki itu berkata lagi:
.Kalau engkau siksa dia ya Allah, maka sesungguhnya dia telah durhaka
kepada-Mu. Tetapi kalau Engkau mahu mengampuni dia, maka dia betul-betul mengharap
keampunan dari-Mu..Umar bersama sahabat-sahabat yang lain sempat juga melihat
lelaki itu. Tatkala mayat itu sudah dikuburkan, lelaki itu masih meratakan
tanah itu sambil berkata: .Beruntunglah engkau wahai orang yang dikuburkan di
sini.
KISAH NABI KHIDIR
AS
Salah satu kisah Al-Qur’an yang sangat mengagumkan dan
dipenuhi dengan misteri adalah, kisah seseorang hamba yang Allah SWT memberinya
rahmat dari sisi-Nya dan mengajarinya ilmu. Kisah tersebut terdapat dalam surah
al-Kahfi di mana ayat-ayatnya dimulai dengan cerita Nabi Musa, yaitu:
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: ‘Aku tidak akan
berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan
berjalan-jalan sampai bertahun-tahun.” (QS. al-Kahfi: 60)
Kalimat yang samar menunjukkan bahwa Musa telah bertekad untuk meneruskan
perjalanan selama waktu yang cukup lama kecuali jika beliau mampu mencapai majma’
al-Bahrain (pertemuan dua buah lautan). Di sana terdapat suatu perjanjian penting yang
dinanti-nanti oleh Musa ketika beliau sampai di majma‘ al-Bahrain. Anda
dapat merenungkan betapa tempat itu sangat misterius dan samar. Para musafir telah merasakan keletihan dalam waktu yang
lama untuk mengetahui hakikat tempat ini. Ada
yang mengatakan bahwa tempat itu adalah laut Persia dan Romawi. Ada yang mengatakan lagi
bahwa itu adalah laut Jordania atau Kulzum. Ada yang mengatakan juga bahwa itu berada di
Thanjah. Ada
yang berpendapat, itu terletak di Afrika. Ada
lagi yang mengatakan bahwa itu adalah laut Andalus. Tetapi mereka tidak dapat
menunjukkan bukti yang kuat dari tempat-tempat itu.
Seandainya tempat itu harus disebutkan niscaya Allah SWT akan rnenyebutkannya.
Namun Al-Qur’an al-Karim sengaja menyembunyikan tempat itu, sebagaimana
Al-Qur’an tidak menyebutkan kapan itu terjadi. Begitu juga, Al-Qur’an tidak
menyebutkan nama-nama orang-orang yang terdapat dalam kisah itu karena adanya
hikmah yang tinggi yang kita tidak mengetahuinya. Kisah tersebut berhubungan
dengan suatu ilmu yang tidak kita miliki, karena biasanya ilmu yang kita kuasai
berkaitan dengan sebab-sebab tertentu. Dan tidak juga ia berkaitan dengan ilmu
para nabi karena biasanya ilmu para nabi berdasarkan wahyu. Kita sekarang
berhadapan dengan suatu ilmu dari suatu hakikat yang samar; ilmu yang berkaitan
dengan takdir yang sangat tinggi; ilmu yang dipenuhi dengan rangkaian tabir
yang tebal.
Di samping itu, tempat pertemuan dan waktunya antara hamba yang mulia ini dan
Musa juga tidak kita ketahui. Demikianlah kisah itu terjadi tanpa memberitahumu
kapan terjadi dan di tempat mana. Al-Qur’an sengaja menyembunyikan hal itu,
bahkan Al-Qur’an sengaja menyembunyikan pahlawan dari kisah ini. Allah SWT
mengisyaratkan hal tersebut dalam firman-Nya:
“Seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya
rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi
Kami.” (QS. al-Kahfi: 65).
Al-Qur’an al-Karim tidak menyebutkan siapa nama hamba yang dimaksud, yaitu
seorang hamba yang dicari oleh Musa agar ia dapat belajar darinya. Nabi Musa
adalah seseorang yang diajak bebicara langsung oleh Allah SWT dan ia salah
seorang ulul azmi dari para rasul. Beliau adalah pemilik mukjizat
tongkat dan tangan yang bercahaya dan seorang Nabi yang Taurat diturunkan
kepadanya tanpa melalui perantara. Namun dalam kisah ini, beliau menjadi
seorang pencari ilmu yang sederhana yang harus belajar kepada gurunya dan
menahan penderitaan di tengah-tengah belajarnya itu. Lalu, siapakah gurunya
atau pengajarnya? Pengajarnya adalah seorang hamba yang tidak disebutkan
namanya dalam Al-Qur’an meskipun dalam hadis yang suci disebutkan bahwa ia
adalah Khidir as.
Musa berjalan bersama hamba yang menerima ilmunya dari Allah SWT tanpa
sebab-sebab penerimaan ilmu yang biasa kita ketahui. Mula-mula Khidir menolak
ditemani oleh Musa. Khidir memberitahu Musa bahwa ia tidak akan mampu bersabar
bersamanya. Akhirnya, Khidir mau ditemani oleh Musa tapi dengan syarat,
hendaklah ia tidak bertanya tentang apa yang dilakukan Khidir sehingga Khidir
menceritakan kepadanya. Khidir merupakan simbol ketenangan dan diam; ia tidak
berbicara dan gerak-geriknya menimbulkan kegelisahan dan kebingungan dalam diri
Musa. Sebagian tindakan yang dilakukan oleh Khidir jelas-jelas dianggap sebagai
kejahatan di mata Musa; sebagian tindakan Khidir yang lain dianggap Musa
sebagai hal yang tidak memiliki arti apa pun; dan tindakan yang lain justru
membuat Musa bingung dan membuatnya menentang. Meskipun Musa memiliki ilmu yang
tinggi dan kedudukan yang luar biasa namun beliau mendapati dirinya dalam keadaan
kebingungan melihat perilaku hamba yang mendapatkan karunia ilmunya dari sisi
Allah SWT.
Ilmu Musa yang berlandaskan syariat menjadi bingung ketika menghadapi ilmu
hamba ini yang berlandaskan hakikat. Syariat merupakan bagian dari hakikat.
Terkadang hakikat menjadi hal yang sangat samar sehingga para nabi pun sulit
memahaminya. Awan tebal yang menyelimuti kisah ini dalam Al-Qur’an telah
menurunkan hujan lebat yang darinya mazhab-mazhab sufi di dalam Islam menjadi
segar dan tumbuh. Bahkan terdapat keyakinan yang menyatakan adanya hamba-hamba
Allah SWT yang bukan termasuk nabi dan syuhada namun para nabi dan para syuhada
“cemburu” dengan ilmu mereka. Keyakinan demikian ini timbul karena pengaruh
kisah ini.
Para ulama berbeda pendapat berkenaan dengan
Khidir. Sebagian mereka mengatakan bahwa ia seorang wali dari wali-wali Allah
SWT. Sebagian lagi mengatakan bahwa ia seorang nabi. Terdapat banyak cerita
bohong tentang kehidupan Khidir dan bagaimana keadaannya. Ada yang mengatakan bahwa ia akan hidup
sampai hari kiamat. Yang jelas, kisah Khidir tidak dapat dijabarkan melalui
nas-nas atau hadis-hadis yang dapat dipegang (otentik). Tetapi kami sendiri
berpendapat bahwa beliau meninggal sebagaimana meninggalnya hamba-hamba Allah
SWT yang lain. Sekarang, kita tinggal membahas kewaliannya dan kenabiannya.
Tentu termasuk problem yang sangat rumit atau membingungkan. Kami akan
menyampaikan kisahnya dari awal sebagaimana yang dikemukakan dalam Al-Qur’an.
Nabi Musa as berbicara di tengah-tengah Bani Israil. Ia mengajak mereka untuk
menyembah Allah SWT dan menceritakan kepada mereka tentang kebenaran.
Pembicaraan Nabi Musa sangat komprehensif dan tepat. Setelah beliau
menyampaikan pembicaraannya, salah seorang Bani Israil bertanya: “Apakah ada di
muka bumi seseorang yang lebih alim darimu wahai Nabi Allah?” Dengan nada
emosi, Musa menjawab: “Tidak ada.”
Allah SWT tidak setuju dengan jawaban Musa. Lalu Allah SWT mengutus Jibril
untuk bertanya kepadanya: “Wahai Musa, tidakkah engkau mengetahui di mana Allah
SWT meletakkan ilmu-Nya?” Musa mengetahui bahwa ia terburu-buru mengambil suatu
keputusan. Jibril kembali berkata kepadanya: “Sesungguhnya Allah SWT mempunyai
seorang hamba yang berada di majma’ al-Bahrain yang ia lebih alim
daripada kamu.” Jiwa Nabi Musa yang mulia rindu untuk menambah ilmu, lalu
timbullah keinginan dalam dirinya untuk pergi dan menemui hamba yang alim ini.
Musa bertanya bagaimana ia dapat menemui orang alim itu. Kemudian ia
mendapatkan perintah untuk pergi dan membawa ikan di keranjang. Ketika ikan itu
hidup dan melompat ke lautan maka di tempat itulah Musa akan menemui hamba yang
alim.
Akhirnya, Musa pergi guna mencari ilmu dan beliau ditemani oleh seorang
pembantunya yang masih muda. Pemuda itu membawa ikan di keranjang. Kemudian
mereka berdua pergi untuk mencari hamba yang alim dan saleh. Tempat yang mereka
cari adalah tempat yang sangat samar dan masalah ini berkaitan dengan hidupnya
ikan di keranjang dan kemudian ikan itu akan melompat ke laut. Namun Musa
berkeinginan kuat untuk menemukan hamba yang alim ini walaupun beliau harus
berjalan sangat jauh dan menempuh waktu yang lama.
Musa berkata kepada pembantunya: “Aku tidak memberimu tugas apa pun kecuali
engkau memberitahuku di mana ikan itu akan berpisah denganmu.” Pemuda atau
pembantunya berkata: “Sungguh engkau hanya memberi aku tugas yang tidak terlalu
berat.” Kedua orang itu sampai di
suatu batu di sisi laut. Musa tidak kuat lagi menahan rasa kantuk sedangkan
pembantunya masih bergadang. Angin bergerak ke tepi lautan sehingga ikan
itu bergerak dan hidup lalu melompat ke laut. Melompatnya ikan itu ke laut
sebagai tanda yang diberitahukan Allah SWT kepada Musa tentang tempat
pertamuannya dengan seseorang yang bijaksana yang mana Musa datang untuk
belajar kepadanya. Musa bangkit dari tidurnya dan tidak mengetahui bahwa ikan
yang dibawanya telah melompat ke laut sedangkan pembantunya lupa untuk
menceritakan peristiwa yang terjadi. Lalu Musa bersama pemuda itu melanjutkan
perjalanan dan mereka lupa terhadap ikan yang dibawanya. Kemudian Musa ingat
pada makanannya dan ia telah merasakan keletihan. Ia berkata kepada
pembantunya: “Coba bawalah kepada kami makanan siang kami, sungguh kami telah
merasakan keletihan akibat dari perjalanan ini.”
Pembantunya mulai ingat tentang apa yang terjadi. Ia pun mengingat bagaimana
ikan itu melompat ke lautan. Ia segera menceritakan hal itu kepada Nabi Musa.
Ia meminta maaf kepada Nabi Musa karena lupa menceritakan hal itu. Setan telah
melupakannya. Keanehan apa pun yang menyertai peristiwa itu, yang jelas ikan
itu memang benar-benar berjalan dan bergerak di lautan dengan suatu cara yang
mengagumkan. Nabi Musa merasa gembira melihat ikan itu hidup kembali di lautan
dan ia berkata: “Demikianlah yang kita inginkan.” Melompatnya ikan itu ke
lautan adalah sebagai tanda bahwa di tempat itulah mereka akan bertemu dengan
seseorang lelaki yang alim. Nabi Musa dan pembantunya kembali dan menelusuri
tempat yang dilaluinya sampai ke tempat yang di situ ikan yang dibawanya
bergerak dan menuju ke lautan.
Perhatikanlah permulaan kisah: bagaimana Anda berhadapan dengan suatu kesamaran
dan tabir yang tebal di mana ketika Anda menjumpai suatu tabir di depan Anda
terpampang maka sebelum tabir itu tersingkap Anda harus berhadapan dengan
tabir-tabir yang lain. Akhirnya,
Musa sampai di tempat di mana ikan itu melompat. Mereka berdua sampai di batu
di mana keduanya tidur di dekat situ, lalu ikan yang mereka bawa keluar menuju
laut. Di sanalah mereka mendapatkan seorang lelaki. Kami tidak mengetahui
namanya, dan bagaimana bentuknya, dan bagaimana bajunya; kami pun tidak
mengetahui usianya. Yang kita ketahui hanyalah gambaran dalam yang dijelaskan
oleh Al-Qur’an: “Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara
hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahrnat dari sisi Kami, dan
yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. “
Inilah aspek yang penting dalam kisah itu. Kisah itu terfokus pada sesuatu yang
ada di dalam jiwa, bukan tertuju pada hal-hal yang bersifat fisik atau
lahiriah. Allah SWT berfirman:
“Maka tatkala mereka berjalan sampai ke pertemuan dua buah laut itu, maka
mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut
itu. Tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya:
‘Bawalah ke rnari makanan kita; sesungguhnya kita merasa letih karena
perjalanan hita ini.’ Muridnya menjawab: ‘Tahukah kamu tatkala kita mencari
tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan
tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya
kecuali setan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh
sekali.’ Musa berkata: ‘Itulah (tempat) yang kita cari; lalu keduanya kembali,
mengikuti jejak mereka semula. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di
antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi
Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. ” (QS.
al-Kahfi: 61-65).
Bukhari mengatakan bahwa Musa dan pembantunya menemukan Khidir di atas sajadah
hijau di tengah-tengah lautan. Ketika Musa melihatnya, ia menyampaikan salam
kepadanya. Khidir berkata: “Apakah di bumimu ada salam? Siapa kamu?” Musa
menjawab: “Aku adalah Musa.” Khidir berkata: “Bukankah engkau Musa dari Bani
Israil. Bagimu salam wahai Nabi dari Bani Israil.” Musa berkata: “Dari mana kamu
mengenal saya?” Khidir menjawab: “Sesungguhnya yang mengenalkan kamu kepadaku
adalah juga yang memberitahu aku siapa kamu. Lalu, apa yang engkau inginkan
wahai Musa?” Musa berkata dengan penuh kelembutan dan kesopanan: “Apakah aku
dapat mengikutimu agar engkau dapat mengajariku sesuatu yang engkau telah
memperoleh karunia dari-Nya.” Khidir berkata: “Tidakkah cukup di tanganmu
Taurat dan bukankah engkau telah mendapatkan wahyu. Sungguh wahai Musa, jika
engkau ingin mengikutiku engkau tidak akan mampu bersabar bersamaku.”
Kita ingin memperhatikan sejenak perbedaan antara pertanyaan Musa yang penuh
dengan kesopanan dan kelembutan dan jawaban Khidir yang tegas di mana ia
memberitahu Musa bahwa ilmunya tidak harus diketahui oleh Musa, sebagaimana
ilmu Musa tidak diketahui oleh Khidir. Para ahli tafsir mengemukakan bahwa
Khidir berkata kepada Musa: “Ilmuku tidak akan engkau ketahui dan engkau tidak
akan mampu sabar untuk menanggung derita dalam memperoleh ilmu itu. Aspek-aspek
lahiriah yang engkau kuasai tidak dapat menjadi landasan dan ukuran untuk
menilai ilmuku. Barangklali engkau akan melihat dalam tindakan-tindakanku yang
tidak engkau pahami sebab-sebabnya. Oleh karena itu, wahai Musa, engkau tidak
akan mampu bersabar ketika ingin mendapatkan ilmuku.” Musa mendapatkan suatu
pernyataan yang tegas dari Khidir namun beliau kembali mengharapnya untuk
mengizinkannya menyertainya untuk belajar darinya. Musa berkata kepadanya bahwa
insya Allah ia akan mendapatinya sebagai orang yang sabar dan tidak akan
menentang sedikit pun.
Perhatikanlah bagaimana Musa, seorang Nabi yang berdialog dengan Allah SWT,
merendah di hadapan hamba ini dan ia menegaskan bahwa ia tidak akan menentang
perintahnya. Hamba Allah SWT yang namanya tidak disebutkan dalam Al-Qur’an
menyatakan bahwa di sana terdapat syarat yang harus dipenuhi Musa jika ia
bersikeras ingin menyertainya dan belajar darinya. Musa bertanya tentang syarat
ini, lalu hamba yang saleh ini menentukan agar Musa tidak bertanya sesuatu pun
sehingga pada saatnya nanti ia akan mengetahuinya atau hamba yang saleh itu
akan memberitahunya. Musa sepakat atas syarat tersebut dan kemudian mereka pun
pergi.
Perhatikanlah
firman Allah SWT dalam surah al-Kahfi:
“Musa berkata kepadanya: ‘Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan
kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu ?’
Dia menjawab: ‘Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar
bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum
mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?’ Musa berkata: ‘Insya Allah
kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan
menentangmu dalam sesuatu urusan pun.’ Dia berkata: ‘Jika kamu mengikutiku,
maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun, sampai aku sendiri
menerangkannya kepadamu.’” (QS. al-Kahfi: 66-70).
Musa pergi bersama Khidir. Mereka berjalan di tepi laut. Kemudian terdapat
perahu yang berlayar lalu mereka berbicara dengan orang-orang yang ada di sana
agar mau mengangkut mereka. Para pemilik perahu mengenal Khidir. Lalu mereka
pun membawanya beserta Musa, tanpa meminta upah sedikit pun kepadanya. Ini
sebagai bentuk penghormatan kepada Khidir. Namun Musa dibuat terkejut ketika
perahu itu berlabuh dan ditinggalkan oleh para pemiliknya, Khidir melobangi
perahu itu. Ia mencabut papan demi papan dari perahu itu, lalu ia
melemparkannya ke laut sehingga papan-papan itu dibawa ombak ke tempat yang
jauh.
Musa menyertai Khidir dan melihat tindakannya dan kemudian ia berpikir. Musa
berkata kepada dirinya sendiri: “Apa yang aku lakukan di sini, mengapa aku
berada di tempat ini dan menemani laki-laki ini? Mengapa aku tidak tinggal
bersama Bani Israil dan membacakan Kitab Allah SWT sehingga mereka taat
kepadaku? Sungguh Para pemilik perahu ini telah mengangkut kami tanpa meminta
upah. Mereka pun memuliakan kami tetapi guruku justru merusak perahu itu dan
melobanginya.” Tindakan Khidir di mata Musa adalah tindakan yang tercela.
Kemudian bangkitlah emosi Musa sebagai bentuk kecemburuannya kepada kebenaran.
Ia terdorong untuk bertanya kepada gurunya dan ia lupa tentang syarat yang
telah diajukannya, agar ia tidak bertanya apa pun yang terjadi. Musa berkata:
“Apakah engkau melobanginya agar para penumpangnya tenggelam? Sungguh engkau
telah melakukan sesuatu yang tercela.” Mendengar pertanyaan lugas Musa, hamba
Allah SWT itu menoleh kepadanya dan menunjukkan bahwa usaha Musa untuk belajar
darinya menjadi sia-sia karena Musa tidak mampu lagi bersabar. Musa meminta
maaf kepada Khidir karena ia lupa dan mengharap kepadanya agar tidak
menghukumnya.
Kemudian mereka berdua berjalan melewati suatu kebun yang dijadikan tempat
bermain oleh anak-anak kecil. Ketika anak-anak kecil itu sudah letih bermain,
salah seorang mereka tampak bersandar di suatu pohon dan rasa kantuk telah menguasainya.
Tiba-tiba, Musa dibuat terkejut ketika melihat hamba Allah SWT ini
membunuh anak kacil itu. Musa dengan lantang bertanya kepadanya tentang
kejahatan yang baru saja dilakukannya, yaitu membunuh anak laki-laki yang tidak
berdosa. Hamba Allah SWT itu kembali mengingatkan Musa bahwa ia tidak akan
mampu bersabar bersamanya. Musa meminta maaf kepadanya karena lagi-lagi ia
lupa. Musa berjanji tidak akan bertanya lagi. Musa berkata ini adalah
kesempatan terakhirku untuk menemanimu. Mereka pun pergi dan meneruskan
perjalanan. Mereka memasuki suatu desa yang sangat bakhil. Musa tidak
mengetahui mengapa mereka berdua pergi ke desa itu dan mengapa tinggal dan
bermalam di sana.
Makanan yang mereka bawa habis, lalu mereka meminta makanan kepada penduduk
desa itu, tetapi penduduk itu tidak mau memberi dan tidak mau menjamu mereka.
Kemudian datanglah waktu sore. Kedua orang itu ingin beristirahat di sebelah
dinding yang hampir roboh. Musa dibuat terkejut ketika melihat hamba itu
berusaha membangun dinding yang nyaris roboh itu. Bahkan ia menghabiskan waktu
malam untuk memperbaiki dinding itu dan membangunnya seperti baru. Musa sangat
heran melihat tindakan gurunya. Bagi Musa, desa yang bakhil itu seharusnya
tidak layak untuk mendapatkan pekerjaan yang gratis ini. Musa berkata: “Seandainya engkau mau, engkau bisa
mendapat upah atas pembangunan tembok itu.” Mendengar perkataan Musa itu, hamba
Allah SWT itu berkata kepadanya: “Ini adalah batas perpisahan antara dirimu dan
diriku.” Hamba Allah SWT itu mengingatkan Musa tentang pertanyaan yang
seharusnya tidak dilontarkan dan ia mengingatkannya bahwa pertanyaan yang
ketiga adalah akhir dari pertemuan.
Kemudian hamba Allah SWT itu menceritakan kepada Musa dan membongkar kesamaran
dan kebingungan yang dihadapi Musa. Setiap tindakan hamba yang saleh itu—yang
membuat Musa bingung—bukanlah hasil dari rekayasanya atau dari inisiatifnya
sendiri, ia hanya sekadar menjadi jembatan yang digerakkan oleh kehendak Yang
Maha Tingi di mana kehendak yang tinggi ini menyiratkan suatu hikmah yang
tersembunyi. Tindakan-tindakan yang secara lahiriah tampak keras namun pada
hakikatnya justru menyembunyikan rahmat dan kasih sayang. Demikianlah bahwa
aspek lahiriah bertentangan dengan aspek batiniah. Hal inilah yang tidak
diketahui oleh Musa. Meskipun Musa memiliki ilmu yang sangat luas tetapi
ilmunya tidak sebanding dengan hamba ini. Ilmu Musa laksana setetes air
dibandingkan dengan ilmu hamba itu, sedangkan hamba Allah SWT itu hanya
memperoleh ilmu dari Allah SWT sedikit, sebesar air yang terdapat pada paruh
burung yang mengambil dari lautan.
Allah SWT
berfirman:
“Maka berjalanlah heduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu
Khidir melobanginya. Musa berkata: ‘Mengapa kamu melobangi perahu itu yang
akibatnya hamu menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya kamu telah berbuat
sesuatu kesalahan yang besar.’ Dia (Khidir) berkata: ‘Bukankah aku telah
berkata: ‘Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku.’
Musa berkata: ‘Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah
kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku.’ Maka berjalanlah
keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidir
membunuhnya. Musa berkata: ‘Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih itu, bukan
karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang
mungkar.’ Khidir berkata: ‘Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa
sesungguhnya kamu tidak akan sabar bersamaku?’ Musa berkata: ‘Jika aku bertanya
kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah engkau
memperbolehkan aku menyertairnu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur
kepadaku.’ Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada
penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi
penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan
dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidir menegakkan
dinding itu. Musa berkata: ‘Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk
itu.’ Khidir berkata: ‘Inilah perpisahan antara aku dengan kamu. Aku akan
memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar
terhadapnya. Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang
bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan
mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. Dan adapun anak itu
maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin dan kami khawatir bahwa dia
ahan mendorong orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki
supaya Tuhan mereha mengganti bagi mereka dengan anak yang lebih baik
kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam dari hasih sayangnya (kepada ibu
dan bapaknya). Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan anak yatim di kota
itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang
ayahnya seseorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki supaya mereka sampai
kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari
Tuhanmu; dan bukanlah aku melakuhannya itu menurut kemauanku sendvri. Demikian
itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar
terhadapnya.’” (QS. al-Kahfi: 71-82).
Hamba saleh itu menyingkapkan dua hal pada Musa: ia memberitahunya bahwa
ilmunya, yakni ilmu Musa sangat terbatas, kemudian ia memberitahunya bahwa
banyak dari musibah yang terjadi di bumi justru di balik itu terdapat rahmat
yang besar. Pemilik perahu itu akan menganggap bahwa usaha melobangi perahu
mereka merupakan suatu bencana bagi mereka tetapi sebenarnya di balik itu
terdapat kenikmatan, yaitu kenikmatan yang tidak dapat diketahui kecuali
setelah terjadinya peperangan di mana raja akan memerintahkan untuk merampas
perahu-perahu yang ada. Lalu raja itu akan membiarkan perahu-perahu yang rusak.
Dengan demikian, sumber rezeki keluarga-keluarga mereka akan tetap terjaga dan
mereka tidak akan mati kelaparan. Demikian juga orang tua anak kecil yang
terbunuh itu akan menganggap bahwa terbunuhnya anak kecil itu sebagai musibah,
namun kematiannya justru membawa rahmat yang besar bagi mereka karena Allah SWT
akan memberi mereka—sebagai ganti darinya—anak yang baik yang dapat menjaga
mereka dan melindungi mereka pada saat mereka menginjak masa tua dan mereka
tidak akan menampakkan kelaliman dan kekufuran seperti anak yang terbunuh.
Demikianlah bahwa nikmat terkadang membawa sesuatu bencana dan sebaliknya,
suatu bencana terkadang membawa nikmat. Banyak hal yang lahirnya baik temyata
justru di balik itu terdapat keburukan.
Mula-mula Nabi Allah SWT Musa menentang dan mempersoalkan tindakan hamba Allah
SWT tersebut, kemudian ia menjadi mengerti ketika hamba Allah SWT itu
menyingkapkan kepadanya maksud dari tindakannya dan rahmat Allah SWT yang besar
yang tersembunyi dari peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Selanjutnya, Musa kembali menemui pembatunya dan menemaninya untuk kembali ke
Bani Israil. Sekarang, Musa mendapatkan keyakinan yang luar biasa. Musa telah
belajar dari mereka dua hal: yaitu ia tidak merasa bangga dengan ilmunya dalam
syariat karena di sana terdapat ilmu hakikat, dan ia tidak mempersoalkan
musibah-musibah yang dialami oleh manusia karena di balik itu terdapat rahmat
Allah SWT yang tersembunyi yang berupa kelembutan-Nya dan kasih sayang-Nya.
Itulah pelajaran yang diperoleh Nabi Musa as dari hamba ini. Nabi Musa
mengetahui bahwa ia berhadapan dengan lautan ilmu yang baru di mana ia bukanlah
lautan syariat yang diminum oleh para nabi. Kita berhadapan dengan lautan
hakikat, di hadapan ilmu takdir yang tertinggi; ilmu yang tidak dapat kita
jangkau dengan akal kita sebagai manusia biasa atau dapat kita cerna dengan
logika biasa. Ini bukanlah ilmu eksperimental yang kita ketahui atau yang biasa
terjadi di atas bumi, dan ia pun bukan ilmu para nabi yang Allah SWT wahyukan
kepada mereka.
Kita sekarang sedang membahas ilmu yang baru. Lalu siapakah pemilik ilmu ini?
Apakah ia seorang wali atau seorang nabi? Mayoritas kaum sufi berpendapat bahwa
hamba Allah SWT ini dari wali-wali Allah SWT. Allah SWT telah memberinya
sebagian ilmu laduni kepadanya tanpa sebab-sebab tertentu. Sebagian
ulama berpendapat bahwa hamba saleh ini adalah seorang nabi. Untuk mendukung
pernyataannya ulama-ulama tersebut menyampaikan beberapa argumentasi melalui
ayat Al-Qur’an yang menunjukkan kenabiannya.
Pertama, firman-Nya:
“Lalu mereka bertemu dengan searang hamba di antara hamba-ham-ba Kami, yang
telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan
kepadanya ilmu dari sisi Kami.”
Kedua, perkataan Musa kepadanya:
“Musa berkata kepadanya: ‘Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan
kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?’
Dia menjawab: ‘Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar
bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum
mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu ?’ Musa berkata: ‘lnsya Allah
kamu akan mendapati aku sebagai orangyang sabar, dan aku tidak akan menentangmu
dalam sesuatu urusan pun.’ Dia berkata: ‘Jika kamu mengikutiku, maka janganlah
kamu rmnanyakan kepadaku tentang sesuatu pun, sampai aku sendiri menerangkannya
kepadamu,’” (QS. al-Kahfi: 66-70)
Seandainya ia seorang wali dan bukan seorang nabi maka Musa tidak akan berdiaog
atau berbicara dengannya dengan cara yang demikian dan ia tidak akan menjawab
kepada Musa dengan jawaban yang demikian. Bila ia bukan seorang nabi maka
berarti ia tidak maksum sehingga Musa tidak harus memperoleh ilmu dari
seseorang wali yang tidak maksum.
Ketiga, Khidir menunjukkan keberaniannya untuk membunuh anak kecil itu
melalui wahyu dari Allah SWT dan perintah dari-Nya. Ini adalah dalil tersendiri
yang menunjukkan kenabiannya dan bukti kuat yang menunjukkan kemaksumannya.
Sebab, seorang wali tidak boleh membunuh jiwa yang tidak berdosa dengan hanya
berdasarkan kepada keyakinannya dan hatinya. Boleh jadi apa yang terlintas
dalam hatinya tidak selalu maksum karena terkadang ia membuat kesalahan. Jadi,
keberanian Khidir untuk membunuh anak kacil itu sebagai bukti kenabiannya.
Keempat, perkataan Khidir kepada Musa:
“Sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut
kemauanku sendiri. ” (QS. al-Kahfi: 82)
Yakni, apa yang aku lakukan bukan dari doronganku sendiri namun ia merupakan
perintah dari Allah SWT dan wahyu dari-Nya. Demikianlah pendapat para ulama dan
para ahli zuhud. Para ulama berpendapat bahwa
Khidir adalah seorang Nabi sedangkan para ahli zuhud dan para tokoh sufi
berpendapat bahwa Khidir adalah seorang wali dari wali-wali Allah SWT.
Salah satu pernyataan Kliidir yang sering dikemukakan oleh tokoh sufi adalah
perkataan Wahab bin Munabeh, Khidir berkata: “Wahai Musa, manusia akan disiksa
di dunia sesuai dengan kadar kecintaan mereka atau kecenderungan mereka
terhadapnya (dunia).” Sedangkan Bisyir bin Harits al-Hafi berkata: “Musa
berkata kepada Khidir: “Berilah aku nasihat.” Khidir menjawab: “Mudah-mudahan
Allah SWT memudahkan kamu untuk taat kepada-Nya.” Para
ulama dan para ahli zuhud berselisih pendapat tentang Khidir dan setiap mereka
mengklaim kebenaran pendapatnya. Perbedaan pendapat ini berujung pangkal kepada
anggapan para ulama bahwa mereka adalah sebagai pewaris para nabi, sedangkan
kaum sufi menganggap diri mereka sebagai ahli hakikat yang mana salah satu
tokoh terkemuka dari ahli hakikat itu adalah Khidir. Kami sendiri cenderung
untuk menganggap Khidir sebagai seorang nabi karena beliau menerima ilmu laduni.
Yang jelas, kita tidak mendapati nas yang jelas dalam konteks Al-Qur’an
yang menunjukkan kenabiannya dan kita juga tidak menemukan nas yang gamblang
yang dapat kita jadikan sandaran untuk menganggapnya sebagai seorang wali yang
diberi oleh Allah SWT sebagian ilmu laduni.
Barangkali kesamaran seputar pribadi yang mulia ini memang disengaja agar orang
yang mengikuti kisah tersebut mendapatkan tujuan utama dari inti cerita.
Hendaklah kita berada di batas yang benar dan tidak terlalu jauh mempersoalkan
kenabiannya atau kewaliannya. Yang jelas, ketika kami memasukkannya dalam
jajaran para n
Nama, Laqab,
dan Kuniyah Nabi Khidhir
Khidir
adalah salah satu nabi yang termuat dalam
Al-Qur`an
namun tidak dimasukkan dalam 25 Nabi dan Rasul karena dia hanya Nabi (bukan
rasul) bahkan ada pendapat lain mengatakan bahwa ia hanya seorang wali. Khidir
diceritakan sebagai Nabi misterius yang diberi anugerah bisa mengetahui
kejadian yang akan terjadi, dan sering bertindak menyalahi aturan yang ada
seperti membunuh dan merusak kapal orang, namun semua tindakannya
penuh dengan hikmah dan pelajarn yang dalam. Untuk mengetahui ceritra
lengkapnya silakan merujuk pada
Al-Qur`an Surah
Al-Kahfi ayat
65-82.
Ada
kepercayaan ditengah
masyarakat terutama di Negara kita Indonesia bahwa barang siapa
mengetahui, nama lengkap, laqab, dan kuniyah Nabi Khidir maka akan mendapatkan
“keutamaan yang luar biasa”. Entah siapa yang melontarkan pernyataan tersebut,
yang jelas itu sudah menjadi rahasia umum terutama dikalangan
pesantren dan lebih khusus
lagi dikalangan para praktisi
ilmu hikmah.
Tidak sulit mencari nama, laqab, dan
kuniyah Nabi Khidir ini. Nama beliau sering dijelaskan dalam
tafsir yaitu pada surah Al-Kahfi ayat 65-82.
Nama Nabi Khidir
Tafsir Ruhul Bayan
اسمه بليا بباء موحدة مفتوحة ثم لام ساكنة ثم مثناة تحت
ابن ملكان بفتح الميم وإسكان اللام ابن فالغ بن عابر بن شالخ بن ارفخشذ بن سام بن نوح
Balya Ibnu Malkan Ibnu Faligh Ibnu Abar Ibnu Syalikh Ibnu
Arfakhsyadz Ibnu Sam Ibnu Nuh AS.
Pendapat Ibnu Munabbih Yang di Kutip Qurtuby dalam
Tafsirnya:
أيليا ابن ملكان بن فالغ بن شالخ بن أرفخشذ بن سام بن
نوح
Ailiya Bin Malkan Bin Faligh Bin Syalikh Bin Arfakhsyadz bin
Sam Bin Nuh AS.
Nama Ibu Nabi Khidir
Disbutkan dalam Tafsir Qurtuby,
nama ibu beliau:
ألمى بنت فارس
Alma Bintu Faris
Kuniyah Nabi Khidir
أبو
العباس
Abul Abbas
Laqab Nabi Khidir
Laqab adalah gelar atau nama aliyas. Laqab beliau adalah:
الخضر
bisa dibaca Khidir, Khadir, Khidru Artinya hijau. Banyak
pendapat tentang sebab pemberian gelar tersebut salah satunya bahwa jika beliau
duduk disatu tempat maka tempat tersebut akan berubah warnanya menjadi hijau.
abi karena ia adalah seorang guru dari Musa dan seorang ustadz baginya untuk
beberapa waktu.♦
Kisah
Nabi Khidir AS
Kisah Perjalanan Ladunni Nabi Musa AS bersama muridnya serta Nabi Khaidir AS
merupakan kisah yang telah lama kita kenal dan sebut-sebutkan untuk menjadi
contoh tauladan kepada manusia yang berilmu. Kisah ini mengandungi pengertian
yang sangat dalam dalam ertikata mengenal Sang Pencipta yang Maha Besar. Di mana tempat ‘jumpanya’ ilmu itu? Itulah
dia di tempat pertemuan antara dua laut. Di situlah bermulanya Ladunni yang di
sebut-sebut para Ahli Sufi. Kisah perjalanan Ladunni Nabi Musa AS dan Nabi
Khaidir AS dinukilkan di dalam terjemahan Firman Allah SWT di dalam Surah
Al-Kahfi (ayat 60 hingga 82). semoga mendapat manfaat bersama.
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: “Aku tidak akan berhenti
(berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan
sampai bertahun-tahun”. Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua buah laut
itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke
laut itu. Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada
muridnya: “Bawalah ke mari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih
karena perjalanan kita ini”.
Muridnya menjawab: “Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu
tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak
adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali setan dan ikan itu
mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.” Musa berkata: “Itulah
(tempat) yang kita cari”.
Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Lalu mereka bertemu
dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan
kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu
dari sisi Kami. Musa berkata kepada Khidir: “Bolehkah aku mengikutimu supaya
kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah
diajarkan kepadamu?”
Dia menjawab: “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar
bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum
mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?” Musa berkata: “Insya Allah
kamu akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar, dan aku tidak akan
menentangmu dalam sesuatu urusan pun”. Dia berkata: “Jika kamu mengikutiku,
maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku
sendiri menerangkannya kepadamu”.
Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidir
melobanginya. Musa berkata: “Mengapa kamu melobangi perahu itu yang akibatnya
kamu menenggelamkan penumpangnya?” Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu
kesalahan yang besar. Dia (Khidir) berkata: “Bukankah aku telah berkata:
“Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku”
Musa berkata: “Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah
kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku”. Maka berjalanlah
keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidir
membunuhnya. Musa berkata: “Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan karena
dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar”.
Khidir berkata: “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu
tidak akan dapat sabar bersamaku?”
Musa berkata: “Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini,
maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah
cukup memberikan uzur padaku”.
Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu
negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu tetapi penduduk negeri
itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu
dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidir menegakkan dinding itu. Musa
berkata: “Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu”. Khidir
berkata: “Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; Aku akan memberitahukan
kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.
Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut,
dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang
raja yang merampas tiap-tiap bahtera. Dan adapun anak itu maka kedua orang
tuanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong
kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki,
supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik
kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu
bapaknya).
Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan
di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah
seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada
kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu;
dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu
adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya”.
Itulah kisah perjalanan Musa AS bersama Khidir AS. Itulah dia Ilmu yang diajarkan
Allah kepada Khaidir AS yang di sebalik Hitam dan Putih.
…di mana ada aku, di situ ada DIA…
sumber: http://nur-asysyahadatain.blogspot.com/2012/09/nabi-khidir-dan-nabi-ilyas-hidup-sampai.html